JAKARTA - Rumah berarsitektur era kolonial masih berdiri tegak di Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta. Rumah itu adalah tempat lebih dari 700 pemuda dari berbagai daerah berkumpul pada 28 Oktober 1928 untuk menghadiri Kongres Pemuda kedua.
Rumah ini sejatinya adalah rumah indekos sejumlah pemuda yang belakangan berperan penting dalam sejarah Indonesia.
BACA JUGA:Menyamar Jadi Ginekolog Wanita, Pria Ini Tipu 38 Wanita Demi Dapat 1.000 Foto Vagina dan Video Seks
Beberapa di antara mereka adalah Ketua Kongres Pemuda II, Sugondo Djojopoespito; Muhammad Yamin, perumus naskah atau ikrar Sumpah Pemuda; hingga salah satu pentolan Partai Komunis Indonesia, Amir Syarifuddin.
Seringnya para pemuda berinteraksi memunculkan gagasan untuk mendiskusikan masa depan bangsa di bawah penjajahan Belanda. Dari situlah mereka punya inisiatif untuk mengadakan Kongres Pemuda pertama pada 1926, lantas kongres kedua pada 1928 yang melahirkan tiga ikrar.
BACA JUGA:KPK Lelang Sepeda Brompton hingga Laptop Koruptor, Minat?
"Setelah rumah kos ini mulai ditinggali oleh Muhamad Yamin, Amir Syarifudin, dan Soegondo Djojopuspito mereka itu mendirikan perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia atau PPPI," papar Eko Septian Saputra selaku Kurator Museum Sumpah Pemuda dikutip dari BBC, Kamis (27/10/2022).
Eko menjelaskan rumah di Jalan Kramat Raya 106 itu dijadikan kantor PPPI mulai tahun 1926.
"Banyaknya perkumpulan, aktivitas, diskusi kebangsaan di sini, dari situlah mereka punya inisiatif bagaimana masa depan bangsa yang di bawah penjajahan Belanda itu dengan mengadakan Kongres Pemuda I. Kongres Pemuda I ini merupakan cikal bakal adanya Kongres Pemuda kedua 1928," kata Eko.
Berkumpulnya para pemuda menimbulkan risiko bagi mereka maupun sang pemilik rumah kos, yakni seorang Tionghoa bernama Sie Kong Lian.
Pasalnya, para intel pemerintah kolonial Hindia Belanda saat itu gencar mengawasi gerakan pembangkangan.
"Bayangkan pemuda-pemuda di sini diskusi seharian soal kebangsaan. Seandainya itu Sie Kong Lian sudah merasa membahayakan dirinya, mungkin dia inisatif, diusir saja para pemuda itu, tapi ternyata tidak kan, nyatanya Sie Kong Lian memberi ruang buat para pemuda untuk tinggal, berdiskusi, dan semuanya leluasa begitu saja," jelas Eko.
Saat masih hidup, Sie Kong Lian tinggal di rumahnya yang terletak di Jalan Senen Raya, sekitar 800 meter dari rumah kos di Jalan Kramat Raya 106.
Kini rumah tersebut dijadikan tempat praktek cucu dan cicitnya yang berprofesi sebagai dokter. BBC mengunjungi rumah itu dan bertemu dengan Yanti Silman, cucu Sie Kong Lian.