Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Sosok Mayjen Imam Soedja'i, Dibalik Pertempuran Surabaya yang Nyaris Mengubah Sejarah

Avirista Midaada , Jurnalis-Rabu, 09 November 2022 |10:32 WIB
 Sosok Mayjen Imam Soedja'i, Dibalik Pertempuran Surabaya yang Nyaris Mengubah Sejarah
Mayjen Imam Soedja'i (foto: dok ist)
A
A
A

NAMA Mayjen Imam Soedja'i dalam pertempuran Surabaya November 1945 mungkin tak terlalu familiar di telinga masyarakat Indonesia. Namanya mungkin tak sementereng Bung Tomo, Prof. Moestopo, atau KH. Masjkur yang memimpin Laskar Hizbullah saat pertempuran di Surabaya.

Namun sosok Mayjen Imam Soedja'i ini menjadi aktor dibalik mahirnya para pejuang dari Malang raya dan sekitarnya untuk menguasai persenjataan, serta taktik peperangan. Sosoknya merupakan panglima Divisi VII Untung Suropati yang membawahi Malang raya dan sekitarnya.

Pemerhati sejarah Malang, Agung H. Buana menyatakan, sosok Imam Soedja'i bukanlah panglima perang sembarangan, ia menjadi satu dari sekian jenderal yang ada di Indonesia pasca kemerdekaan Republik Indonesia kala itu. Sosoknya membantu KH. Masjkur untuk melatih para kiai, santri, dan masyarakat yang akan berjuang di pertempuran Surabaya.

"KH. Masjkur inilah yang membentuk Hizbullah di Malang, bersama Mayjen Imam Soedja'i, dia adalah Panglima divisi Untung Suropati TKR yang membawahi Malang dan sekitarnya karasidenan, kombinasi antara Imam Soedja'i dan KH. Masjkur, inilah yang akhirnya berangkat menuju Surabaya membantu perjuangan rakyat Surabaya, pada peristiwa 10 November," ungkap Agung Buana, ditemui MPI.

 BACA JUGA:Cerita Romantisme Bung Tomo di Masa Perang Kemerdekaan

Sebelum melakukan pertempuran Surabaya, Imam Soedja'i disebut Agung harus mengorbankan sebuah jabatan penting yang seharusnya bisa diembannya. Dimana pada periode September 1945 itu ia mendapat sebuah telegram dari Yogyakarta yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia pertama Ir. Soekarno.

"Isi telegram itu untuk mengumpulkan panglima - panglima divisi, jadi komandan - komandan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) itu diminta untuk berkumpul di Jogja. Tujuannya untuk melakukan pemilihan panglima TKR," ucap pria yang pernah menjabat sebagai sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang ini.

 BACA JUGA:Cerita di Balik Pidato Heroik Bung Tomo sebelum Perang 10 November

Kendati mendapat undangan langsung dari sang presiden, Imam Soedja'i memilih tak berangkat ke Yogyakarta. Ia memilih untuk tinggal di Malang guna mempersiapkan pasukan bertempur di Surabaya bersama KH. Masjkur dan sejumlah tokoh pejuang lain dari Malang. Di proses pemilihan panglima TKR yang kini menjadi TNI pada konferensi TKR tanggal 12 November 1945 di Yogyakarta, terpilihlah satu nama yakni Sudirman yang kala berpangkat kolonel yang menjadi komandan divisi Banyumas.

"Seandainya Imam Soedja'i sudah berangkat ke Jogja, karena proses pemilihannya di awal November, bisa jadi dia jadi panglima besar, karena dari panglima-panglima yang ada di Jawa Timur, Pulau Jawa, Kalimantan Sumatera, itu pangkat tertingginya adalah Kolonel. Imam Soedja'i ini sudah mayjen bintang dua," jelasnya.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement