TERLETAK di tengah-tengah konstelasi bintang Delphinus yang berbentuk seperti lumba-lumba dan Pegasus si kuda terbang, sebuah pusaran layaknya kincir melayang-layang di ruang angkasa.
Mengutip BBC News Indonesia, selama miliaran tahun, lengan-lengan spiral milik galaksi UCG 11700 berputar dengan damai, tak terganggu oleh tabrakan dan penggabungan benda-benda di luar angkasa yang mengubah bentuk galaksi lain.
Galaksi spiral seperti UCG 11700 memang menyenangkan untuk dilihat, namun sesuatu yang mengerikan berdiam di pusat pusarannya.
Di tengah-tengah roda kosmos yang cantik ini, berdiam salah satu objek paling misterius di alam semesta — sebuah lubang hitam supermasif (supermassive black hole).
Ukuran lubang hitam yang standar biasanya berkisar mulai dari sekitar empat kali massa Matahari. Sementara, supermassive black hole, bisa jutaan, bahkan miliaran, kali lebih besar.
Para ilmuwan meyakini bahwa semua galaksi besar memiliki sebuah lubang hitam supermasif di inti galaksinya. Tapi tak seorang pun yang mengetahui, mengapa bisa begitu.
Di sinilah UCG 11700 terbukti sangat bermanfaat.
"Galaksi ideal untuk penelitian saya adalah galaksi spiral paling cantik, paling sempurna, yang bisa Anda bayangkan," kata Becky Smethurst, peneliti junior di Universitas Oxford yang mempelajari lubang hitam supermasif.
"Galaksi-galaksi tercantik dapat membantu kita memecahkan misteri bagaimana lubang hitam muncul."
Bagaimana lubang hitam tercipta?
Mempelajari sesuatu yang, secara alami sangat padat sehingga cahaya pun tak dapat menghindarinya, sangat sulit.
Namun teknik terbaru yang mencari efek yang ditimbulkan oleh lubang hitam-lubang hitam tersebut pada objek-objek luar angkasa di sekitarnya, juga meneliti riak-riak yang mereka sebabkan dalam struktur ruang dan waktu, memberikan petunjuk baru.
Baca juga:Â Tabrakan Lubang Hitam Bakal Terjadi dalam Waktu Dekat
Ada rahasia kecil tentang pembentukan dan pertumbuhan lubang hitam konvensional.
Bintang yang mati kehabisan energi, meledak dalam supernova, tertelan oleh dirinya sendiri, lalu menjadi sangat padat sampai-sampai cahaya sekalipun tak mampu melepaskan diri dari gravitasinya.
Gagasan tentang lubang hitam ini telah ada selama puluhan tahun dan diprediksi dalam Teori Relativitas Umum milik Albert Einstein.
Dalam budaya pop, lubang hitam digambarkan gelap pekat dan selalu lapar. Mereka meluncur di Semesta sembari mengisap apa saja yang mereka lalui, dan tumbuh semakin besar karenanya.
Karena penggambaran ini, orang-orang berpikir lubang hitam supermasif adalah jenis yang paling tua dan paling lapar.
Dalam kenyataannya, lubang hitam tak semengerikan itu.
Mereka sesungguhnya tak terlalu efisien dalam mengakresi (jargon fisika untuk "mengisap") material di sekeliling mereka, bahkan di inti galaksi yang padat.
Faktanya, bintang yang hancur tumbuh menjadi besar dengan amat sangat lambat, mereka tidak mungkin bisa menjadi supermasif hanya dengan mengisap material-material baru.
"Anggap saja bintang-bintang yang pertama membentuk lubang hitam sekitar 200 juta tahun setelah Dentuman Besar," kata Smethurst.
Follow Berita Okezone di Google News
"Setelah mereka hancur, mereka butuh sekitar 13,5 miliar tahun untuk tumbuh menjadi lubang hitam dengan massa miliaran kali Matahari. Itu adalah waktu yang terlalu singkat untuk menjadi sebesar itu, jika hanya dengan akresi."
Yang lebih membingungkan lagi, lubang hitam supermasif sudah ada ketika Semesta masih sangat muda.
Kuasar-kuasar yang jauh, salah satu objek kosmos yang paling terang di angkasa, sebenarnya adalah lubang hitam supermasif yang sangat tua, yang membakar inti galaksi yang telah mati.
Beberapa kuasar raksasa telah ada setidaknya sejak Semesta berumur 670 juta tahun — waktu yang sama dengan terbentuknya sejumlah galaksi yang paling tua.
Meskipun pusat dari lubang hitam hingga kini tak diketahui, lubang hitam supermasif dapat bersinar lebih terang dari segalaksi bintang-bintang, dan bahkan bisa mengeluarkan "sendawa" berupa radiasi ultraviolet saat menelan materi di sekitar mereka.
Lubang hitam memiliki batasan melengkung yang dinamai Cakrawala Kejadian (Event Horizon). Di dalam selingkung itu, cahaya, energi, dan materi terperangkap dan tak bisa melepaskan diri.
Ruang dan waktu punya aturan berbeda di sana, sehingga hukum fisika yang menjelaskan sebagian besar cara kerja Semesta tak berlaku di sana.
Namun, tepat di luar Cakrawala Peristiwa, lubang hitam yang berputar dapat menyabet materi di dekatnya menjadi cakram yang berputar dan memanas.
Cakram-cakram di dalam kuasar bisa mencapai suhu lebih tinggi dari 10 juta Celcius, membuat mereka mampu melepaskan cahaya yang sinarnya membutakan di seluruh spektrum elektromagnetik.
"Lubang hitam adalah mesin yang paling efektif, dan efisien, di Alam Semesta," ujar Marta Volonteri, peneliti lubang hitam di l'Institut d'Astrophysique de Paris.
"Mereka mengubah massa menjadi energi dengan efisiensi mencapai 40 persen. Jika Anda memikirkan apa saja yang kita bakar dengan karbon, atau energi kimia, atau bahkan apa yang terjadi pada bintang-bintang — itu setara dengan bagian yang sangat sangat kecil dari apa yang diproduksi oleh lubang hitam."
Upaya memecahkan misteri
Tapi lubang hitam supermasif menarik bagi para ilmuwan bukan hanya karena efisiensi energinya. Pembentukan dan evolusi mereka jelas berhubungan dengan perkembangan galaksi, dan pada akhirnya, seluruh sejarah dan struktur Semesta kita.
Memecahkan misteri raksasa kosmik ini melambangkan langkah signifikan dalam usaha para ilmuwan memahami mengapa segala sesuatunya seperti ini.
Pelepasan energi adalah satu dari sekian banyak cara lubang hitam membuka rahasianya. Ketika sebuah lubang hitam bergabung atau bertabrakan dengan objek yang kurang padat seperti bintang neutron, peristiwa tersebut menciptakan riak di ruang-waktu yang disebut gelombang gravitasi.
Gelombang ini kemudian bergerak di dalam kosmos dengan kecepatan cahaya dan pertama kali berhasil dideteksi dari Bumi pada 2015.
Sejak itu, observatorium besar seperti Laser Interferometer Gravitational-wave Observatories (Ligo) di Amerika Serikat dan Fasilitas Virgo di dekat Pisa, Italia, telah mencatat gelombang-gelombang yang diakibatkan oleh tabrakan seperti ini.
Meskipun observatorium-observatorium ini menggunakan instrumen yang besarnya mencapai beberapa kilometer, mereka hanya mampu mendeteksi gelombang dari lubang hitam dengan ukuran sedang.
"Ligo bisa mendeteksi penggabungan hingga sekitar 150 massa matahari," kata Nadine Meumayer, yang memimpin kelompok penelitian Galactic Nuclei di Max Planck Institute for Astronomy.
"Lubang hitam berukuran sedang bisa jadi adalah 'benih' dari lubang hitam supermasif," kata dia.
Lubang hitam dengan massa sedang, ujarnya, boleh jadi terbentuk di tahap awal Semesta ketika awan gas raksasa hancur atau bintang-bintang bertabrakan.
Dalam lingkungan Semesta muda yang masih sempit, tabrakan satu sama lain di antara lubang hitam berukuran sedang, ditambah akresi dari materi-materi di sekitarnya, bisa mempercepat pertumbuhannya ke skala supermasif.
Namun, ada masalah dalam teori ini. Semesta di masa awalnya juga sangat panas. Awan-awan gas pasti terkungkung dengan radiasi, yang memberi mereka energi terlalu besar untuk hancur. Dan dalam kosmos yang padat sekalipun, hukum fisika membatasi tingkat maksimal daya hisap lubang hitam.
Volonteri berujar, setiap penjelasan dan teori tentang lubang hitam yang ada saat ini memiliki "kelemahan dan permasalahan", yang membuat para ilmuwan tak punya jawaban pasti.
"Pada teori yang melibatkan 'proses dinamis', artinya lubang hitam terbentuk dari banyak bintang alih-alih satu, mungkin terjadi. Tapi proses ini harus terjadi dalam kondisi yang sangat spesifik," kata dia.
"Ada juga teori tentang 'lubang hitam primordial', yang mengatakan lubang hitam mungkin terbentuk dan membesar sebelum adanya bintang-bintang. Tapi ini adalah wilayah yang tak diketahui, karena kita tidak punya bukti observasi untuk teori ini."
Oleh karena itu, dia meyakini bahwa kisah sebenarnya bagaimana lubang hitam terbentuk belum diceritakan.
"Semakin kita menggali, semakin kita temukan ada masalah dengan ide-ide yang sebelumnya kita pahami. Kita kehilangan sesuatu yang penting."
Peralatan observasi generasi sekarang mulai bisa mengisi kekosongan data ini. Namun para ilmuwan masih membutuhkan detektor yang lebih besar dari yang sudah ada sekarang.
Pada 2030-an, NASA dan Badan Luar Angkasa Eropa (ESA) akan meluncurkan Antena Laser Interferometer Luar Angkasa (LISA), yang terdiri dari tiga satelit terbang dalam formasi segitiga, dengan sisi sepanjang 2,5 juta kilometer.
Sebelumnya, sudah ada petunjuk bagaimana gelombang gravitasi yang diciptakan oleh lubang hitam menyapu kita.
Pada awal 2021, para astronom mengumumkan mereka telah mendeteksi perbedaan kecil dalam pulsa radiasi 45 pulsar — sekumpulan bintang yang melepaskan berkas cahaya secara berkala.
Meskipun belum dikonfirmasi, para peneliti menyiratkan bahwa ini mungkin terjadi karena 'latar belakang gravitasi' yang mungkin tercipta karena penggabungan lubang hitam supermasif.
Namun ada cara yang lebih langsung untuk mengamati lubang hitam. Teleskop Event Horizon baru-baru ini berhasil mengambil foto pertama lubang hitam.
Teleskop ini mengungkap lebih banyak tentang sifat mereka dan efek gravitasi dan magnet yang mereka sebabkan pada galaksi yang mereka huni.
Para ahli astrofisika juga dapat melacak pergerakan bintang dalam orbit di sekitar lubang hitam di inti galaksi, mengekstrapolasi informasi tentang objek masif yang berada di pusatnya.
"Ada korelasi yang erat, semakin banyak massa yang dimiliki sebuah galaksi, semakin besar pusat lubang hitam supermasifnya," kata Neumayer.
"Objek-objek ini berkembang secara bertahap."
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.