"Jadi kalau ada 800 ribuan instansi yang bisa didorong untuk memaksimalkan potensinya, tentu sangat bermanfaat untuk kesehatan kita. Belum lagi penyebarannya kita sama-sama tahu yang namanya masjid itu tersebar dari kota sampai ke pelosok ya, sehingga penyebarannya ini sudah tentu sangat potensial untuk pemberdayaan di bidang kesehatan,” tuturnya.
Ardiansyah mengungkapkan, beberapa program yang bisa diadaptasi untuk menjalankan sebuah transformasi layanan kesehatan berbasis masjid. Misalnya,membuat kuliah pakar, infografik, layanan konsultasi, hingga layanan home-care syariah.
Sementara itu, relawan dokter Masjid Agung Sunda Kelapa, dr. Kemal Imran , Sp.S (K), membeberkan pengalamannya sebagai seorang dokter dalam memberikan edukasi dan pelayanan terhadap jamaah.
“Sehabis sholat Jumat, gratis. Obatnya hanya Paracetamol. Yang berniat membantu pun semakin banyak (seperti cek THT atau mata). Operasi juga gratis, pelayanannya setelah sholat tarawih. Kemudian setiap hari Minggu jika kemudian semakin menurun kesehatannya. Di sini juga sudah tersedia seperti penyakit dalam, poli syaraf, poli THT dan poli umum,” ujarnya.
Group Head Islamic Ecosystem Solution Bank Syariah Indonesia (BSI), Muhammad Syukron Habiby menyampaikan, lahirnya BSI tidak hanya menjadi jalan keuntungan, melainkan juga jalan pengabdian.
"BSI selain menjadi sahabat finansial juga sebagai sahabat sosial, Sehingga BSI akan turut serta dalam acara acara sosial terutama dalam pemberdayaan kesehatan. Hal ini juga sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No 107/DSN-MUI/X/2016 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit Berbasis Syariah,” tuturnya.
(Erha Aprili Ramadhoni)