JAKARTA – Lembaga yang memiliki wewenang untuk memutuskan pembubaran partai politik adalah Mahkamah Konstitusi (MK).
Wewenang tersebut tercantum dalam Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
BACA JUGA:Sortaman Saragih Ungkap Alasan Gabung Perindo: Riil Meningkatkan Ekonomi Rakyat
Pasal 71 UU Mahkamah Konstitusi juga menyatakan aturan mengenai permohonan atas pembubaran partai politik wajib diputus dalam jangka waktu paling lambat 60 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pihak-pihak yang terlibat persidangan pembubaran partai politik di Mahkamah Konstitusi adalah Pemohon (pemerintah yang diwakili oleh menteri),Termohon (partai politik yang diwakili oleh pimpinan partai politik), dan pihak yang berkepentingan.
BACA JUGA:Bos Indosurya Divonis Lepas: Janji Bakal Kembalikan Hak Korban
Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pembubaran partai politik akan disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan.
Pelaksanaan putusan pembubaran partai politik ini dilakukan dengan membatalkan pendaftaran oleh Pemerintah.
Mengenal Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan konstitusi, hukum, dan keadilan.
Wewenang Mahkamah Konstitusi
1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar.
3. Memutus pembubaran partai politik.
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (pemilu).
Kewajiban Mahkamah Konstitusi
Dalam Pasal 24C ayat (2) UUD 1945, kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden menurut UUD 1945.
Pelanggaran dimaksud telah disebutkan dan diatur dalam ketentuan Pasal 7A UUD 1945, yaitu melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam UUD 1945.
(Nanda Aria)