Anang beralasan, tantangan kondisi geografis alam, persoalan logistik, transportasi, dan ketersediaan SDM menjadi kendala dalam menggarap proyek tersebut. Bahkan, kata dia banyak desa yang belum memiliki infrastruktur jalan yang layak dan aliran listrik.
"Sehingga pengiriman material ke lokasi BTS 4G banyak dilakukan dengan berjalan kaki dan menggunakan gerobak atau menggunakan perahu-perahu tradisional untuk menyeberangi lautan atau sungai-sungai," tutur Dirut Anang Latif dilansir dari situs Kominfo.
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) justru menduga ada keterlambatan pembayaran terhadap subkontraktor pada proyek pembangunan BTS 4G BAKTI Kominfo. Keterlambatan pembayaran tersebut berujung pada penyegelan tower.
Koordinator ICW Agus Sunaryanto mengatakan keterlambatan pembayaran ini terdeteksi di dua lokasi yakni di Sumbawa dan Natuna. Ia menuturkan, persentase pekerjaanya ada yang sudah 100 persen dan lainnya 60 persen selesai.
"Nah apa konsekuensi dari keterlambatan ini? Jadi sub kontraktor yang mengerjakan proyek di dua lokasi itu pada akhirnya melakukan penyegelan tower karena mereka belum dibayar," kata Agus dalam konferensi pers daring disiarkan YouTube Sahabat ICW.
Padahal, kata dia,, proses pembangunan BTS tersebut meliputi banyak tahapan mulai dari pembangunan, instalasi, pemasangan micro chip dan lainnya. Subkontraktor yang belum mendapatkan pembayarannya pada akhirnya tidak mau melaksanakan pekerjaannya.
ICW juga menduga adanya praktik rasuah dalam proyek tersebut. Salah satunya, penyerahan berita acara serah terima (BAST) tidak dilengkapi oleh bukti pembayaran kepada subkontraktor.
"Nah ini tentu kalau kita cek dari Perpres 16/2018 dan perubahannya, ini tentu melanggar secara administratif," tutur Agus.