Share

Asal Usul Nama Bojonegoro, Muncul saat Pesta Pora Usai Perang

Avirista Midaada, Okezone · Kamis 30 Maret 2023 07:41 WIB
https: img.okezone.com content 2023 03 30 519 2789846 asal-usul-nama-bojonegoro-muncul-saat-pesta-pora-usai-perang-aE7xm8fedX.jpg Alun-Alun Bojonegoro. (MPI/Avirista Midaada)

KABUPATEN Bojonegoro di Jawa Timur ini memiliki keterkaitan dengan Kerajaan Mataram Islam ketika masa pemerintahan Hindia Belanda. Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Jawa Tengah ini memiliki asal-usul unik dari sisi penamaan Bojonegoro yang diawali peperangan.

Nama Bojonegoro ini tidak datang begitu saja. Sebelum menjadi sebuah wilayah berdikari di zaman pemerintah kolonial Hindia Belanda, ada tiga kabupaten yang berada di sekitar Bojonegoro saat itu. Tiga kabupaten itu adalah Kabupaten Mojoranu dengan ibu kota Dander, dan bupatinya bernama RT Sosrodiningrat, Kabupaten Pasangan dengan ibu kota Ngasinan dan bupatinya bernama RT Prawidigdo, dan Kabupaten Baureno berpusat di Kauman, dengan bupati bernama RT Honggowikromo.

Disadur dari "Bunga Rampai Sejarah Bojonegoro", ketiga kabupaten itu diketuai RT Ronggo Bupati Madiun yang mewakili Kerajaan Mataram. Pemerintah Belanda konon ingin tiga kabupaten itu melebur menjadi satu kabupaten baru.

Belanda pun mengundang tiga bupati diajak bertemu di Padangan. Pertemuan tersebut berlangsung pada 1826, akan tetapi RT Sosrodiningrat Bupati Mojoranu tidak suka. Ia memilih tidak hadir agar tidak dapat menyetujui penggabungan wilayah itu.

Sang bupati mengemukakan ketidakhadirannya karena ada urusan ke Desa Cabean, Rejoso, Nganjuk. Selama itu kabupatennya diserahkan kepada Patih Demang R Soemodirdjo, serta putra-putranya. sementara R M Suratin masih mengaji di Desa Ngitik.

Belanda yang mengetahui usaha penolakan itu akhirnya mendirikan kota tandingan bernama Rajekwesi, dan menempatkan mata-mata di sana. Rajekwesi akhirnya ditetapkan menjadi kabupaten dengan Bupati Rajekwesi ditunjuk Belanda yakni Poerwonegoro, yang juga menjadi Bupati Probolinggo. Kabupaten Rajekwesi itu berkedudukan di Ngumpakdalem.

Belanda akhirnya mengganti Poerwonegoro karena tidak sesuai yang diharapkan dan menempatkan R T Djojonegoro sebegai Bupati Rajekwesi. RT Djojonegoro inilah yang kerap mendapatkan bantuan pemerintah Belanda dalam menjalankan pemerintahannya. Sementara Bupati Mojoranu Sosrodiningrat mengadakan hubungan dengan Mataram.

Suatu ketika anak Bupati Mojoranu ditangkap oleh Djojonegoro dan dimasukkan ke penjara Rajekwesi. Mataram akhirnya mengirimkan bala bantuan pasukan sebanyak 40 orang untuk bertemu Sosrodiningrat, lalu menyerang Rajekwesi.

Namun, peperangan itu berakhir dengan kemenangan pasukan Rajekwesi. Sebanyak 40 pasukan Mataram ditahan, sedangkan Patih Demang Soemodirdjo, gugur dan dimakamkan di Desa Bendo, Kapas. Selama ditahan di penjara 40 pasukan Mataram bertemu RM Suratin anak Bupati Mojoranu yang telah ditangkap sebelumnya.

Follow Berita Okezone di Google News

Pemberontakan pun terjadi. Pasukan Mataram ditopang pasukan Mojoranu menyerang Rajekwesi yang membuat Patih Soemodikoro dari Kabupaten Rajekwesi gugur. Djojonegoro pun melarikan diri ke utara meminta bantuan Bupati Sedayu yang juga merupakan wilayah kekuasaan Belanda.

Pasukan Sedayu akhirnya mengirimkan bala bantuan pasukan terdiri atas orang-orang Madura dan Makassar. Namun, pasukan itu tak begitu kuat melawan pasukan Mojoranu dan sekutunya. Akhirnya Belanda turun tangan dan mengirimkan bala tentara dari Padangan, hingga akhirnya Mojoranu menyerah.

Kemenangan berada di kubu Belanda yang ditopang Sedayu dan Rajekwesi. Setelah peperangan, paes pejabat Belanda, bersama Djojonegoro dan Bupati Sedayu mengadakan pesta pora dengan besar-besaran, atau bisa diistilahkan suko-suko bojono.

Di pesta itu pula Djojonegoro ditetapkan menjadi Bupati Rajekwesi didampingi para asisten residen, pada 1827. Dari pesta pora itu akhirnya nama Rajekwesi diganti menjadi Bodjonegoro, dari kata Bodjo yang berarti bersenang-senang dalam pesta, yang kemudian timbul suatu Negoro. Jadi diartikan nama Bodjonegoro wilayah yang muncul ketika bersenang-senang dalam pesta.

Perlu dicatat pula dahulu wilayah Bojonegoro masih berupa hutan-hutan belantara. Aliran Sungai Bengawan Solo masih berada di sebelah utara Desa Sukorejo sekarang, tetapi aliran itu dipindahkan oleh Belanda. Sungai terpanjang itu disudet dan dipindahkan ke utara, sementara aliran lama Sungai Bengawan Solo diratakan dan menjadi alun-alun sekarang.

1
2
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini