JAKARTA – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah menangkap 55 warga negara asing (WNA) yang terlibat sindikat internasional penipuan online, demikian diungkap Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro.
Menurut Djuhandani 55 WNA tersebut diduga melakukan penipuan berupa telecomunication fraud. Aksi penipuan itu dilakukan para tersangka WNA di Indonesia, namun korban mereka berada di luar negeri.
"Yang dilakukan para pelaku ini semacam kalau di kita menipu dengan telepon, mengaku sebagai polisi. Kadang-kadang minta tebusan, perbuatan seperti itu yang dilakukan," kata Djuhandhani kepada awak media, Jakarta, Rabu (5/4/2023).
Djuhandani menyebut para pelaku juga meminta agar para korban dapat langsung mengirimkan uang tebusan kepada rekening penampungan yang berada di luar negeri. Selama menjalankan aksinya, para pelaku diperkirakan dapat meraup keuntungan hingga miliaran rupiah setiap bulannya.
Berdasarkan pengakuan para pelaku, ia menyebut mayoritas korban merupakan warga negara asing yang berada di Singapura, China, dan Thailand.
Kendati demikian, Djuhandani menyebut pihaknya masih belum mendapatkan pengakuan dari para korban secara langsung.
Pihak kepolisian juga sejauh ini masih belum dapat memastikan asal kewarganegaraan para pelaku penipuan tersebut. Pasalnya, para pelaku tersebut tersebut tidak dapat menunjukkan paspor selaku identitas kewarganegaraannya kepada penyelidik.
"Kita belum bisa memastikan ini warga negara mana. Karena mereka ada yang menyampaikan dari Taiwan dan lain sebagainya," ujar Djuhandhani.
Lebih lanjut, Djuhandhani mengaku pihaknya tidak dapat melakukan penyelidikan lanjutan lantaran tidak ada satupun korban yang berada di Indonesia.
Oleh sebab itu, dirinya mengaku telah berkoordinasi dengan pihak Imigrasi maupun Hubinter Polri untuk menjalin komunikasi police to police dengan negara asal para pelaku.
"Langkah yang selanjutnya kita laksanakan karena tidak mungkin kita melaksanakan penyidikan lebih lanjut, kami akan berkoordinasi tindakan berikutnya dengan imigrasi," ucap Djuhandhani.
Adapun dugaan pasal yg dilanggar yaitu UU No 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah menjadi UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE kemudian UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
(Rahman Asmardika)