Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Agar Kembali Bersosialisasi ke Masyarakat, Korsel Beri Rp7,4 Juta per Bulan bagi Anak Muda yang Kesepian dan Putus Asa

Susi Susanti , Jurnalis-Minggu, 16 April 2023 |14:44 WIB
Agar Kembali Bersosialisasi ke Masyarakat, Korsel Beri Rp7,4 Juta per Bulan bagi Anak Muda yang Kesepian dan Putus Asa
Pemerintah Korsel memberi uang ke para pemuda untuk kembali bersosialisasi ke masyarakat (Foto: AFP)
A
A
A

SEOUL - Beberapa pemuda Korea Selatan (Korsel) begitu putus asa dan kesepian dari dunia. Karena itu pemerintah menawarkan untuk membayar mereka untuk "masuk kembali ke masyarakat."

Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga mengumumkan minggu ini bahwa mereka akan memberikan hingga 650.000 won Korea (sekitar USD500 atau Rp7,4 juta) per bulan kepada para pertapa sosial yang terisolasi, dalam upaya untuk mendukung “stabilitas psikologis dan emosional serta pertumbuhan yang sehat.”

Menurut laporan kementerian, mengutip Institut Korea untuk Urusan Kesehatan dan Sosial, sekitar 3,1% orang Korea berusia 19 hingga 39 tahun adalah anak muda kesepian yang tertutup, yang didefinisikan sebagai tinggal di ruang terbatas, dalam keadaan terputus dari luar selama lebih dari jangka waktu tertentu, dan mengalami kesulitan nyata dalam kehidupan normal.

Dikutip CNN, menurut kementerian, itu berarti sekitar 338.000 orang di seluruh negeri, dengan 40% mulai isolasi mereka di masa remaja.

Berbagai faktor dianggap berperan, termasuk kesulitan keuangan, penyakit mental, masalah keluarga atau tantangan kesehatan.

Langkah-langkah baru ini secara khusus menargetkan kaum muda sebagai bagian dari Undang-Undang Dukungan Kesejahteraan Pemuda yang lebih besar, yang bertujuan untuk mendukung orang-orang yang sangat ditarik dari masyarakat, serta kaum muda tanpa wali atau perlindungan sekolah yang berisiko kenakalan.

Tunjangan bulanan akan tersedia untuk anak muda penyendiri berusia 9 hingga 24 tahun yang tinggal di rumah tangga berpenghasilan di bawah rata-rata pendapatan nasional – didefinisikan di Korea Selatan sekitar 5,4 juta won (sekitar USD4.165) per bulan untuk rumah tangga yang terdiri dari empat orang. Kaum muda dapat mendaftar untuk program tersebut di pusat kesejahteraan administratif setempat. Yakni wali, konselor, atau guru mereka juga dapat mengajukan permohonan atas nama mereka.

“Pemuda yang tertutup dapat memiliki pertumbuhan fisik yang lebih lambat karena gaya hidup yang tidak teratur dan nutrisi yang tidak seimbang, dan kemungkinan besar akan menghadapi kesulitan mental seperti depresi karena kehilangan peran sosial dan adaptasi yang tertunda,” kata kementerian tersebut, menekankan pentingnya dukungan aktif.

Laporan pada Selasa (11/4/2023) merinci beberapa studi kasus, termasuk seorang siswa muda yang menderita masalah kesehatan mental dan kesulitan bersosialisasi sejak remaja. Termasuk saat berjuang untuk menyesuaikan diri dengan perguruan tinggi, akhirnya memilih untuk tidak hadir, dan menarik diri lebih jauh ke dalam dirinya sendiri.

Siswa lain menghadapi kekerasan dalam rumah tangga dan kelaparan di rumah – membuatnya sulit untuk meninggalkan rumah atau menjalin hubungan dengan orang-orang di luar. Tidak ada individu yang teridentifikasi.

Laporan tersebut juga merinci rencana masa depan untuk tindakan lebih lanjut, seperti mendistribusikan pedoman kepada pemerintah daerah, meningkatkan jaring pengaman sosial remaja dan sistem deteksi dini, dan bekerja lebih erat dengan fasilitas kesejahteraan remaja seperti tempat penampungan atau pusat rehabilitasi.

Beberapa kota dan pemerintah daerah sudah memiliki sistem serupa. Adapun Seoul, ibu kota negara, memiliki “Proyek Dukungan Pemuda Tertutup” yang menyediakan konseling kesehatan mental, pengembangan hobi dan pelatihan kerja, serta pembinaan kehidupan bagi kaum muda yang terisolasi.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di Korea Selatan.

Jepang memiliki masalah yang sama, dengan hampir 1,5 juta orang muda penyendiri yang kesepian, yang dikenal sebagai hikikomori, menurut survei pemerintah baru-baru ini. Beberapa keluar hanya untuk membeli bahan makanan atau untuk kegiatan sesekali, sementara yang lain bahkan tidak meninggalkan kamar mereka.

Ungkapan itu diciptakan di Jepang pada awal 1980-an. Pihak berwenang di negara itu telah menyatakan keprihatinan yang meningkat atas masalah ini selama dekade terakhir, tetapi Covid-19 telah memperburuk keadaan, demikian temuan survei tersebut.

Dari mereka yang disurvei, lebih dari seperlima menyebut pandemi sebagai faktor penting dalam gaya hidup tertutup mereka. Alasan umum lainnya yang dikutip adalah kehamilan, kehilangan pekerjaan, pensiun dan memiliki hubungan interpersonal yang buruk.

(Susi Susanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement