Muhammad Ridho Syahputra dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB mengatakan, prediksi musim pada dasarnya cukup menantang.
"Hal ini karena pengaruh kondisi awal lemah dan pengaruh syarat batas belum terlihat jelas," jelasnya.
Selanjutnya, I Putu Santikayasa dari Program Studi Pascasarjana Klimatologi Terapan - IPB, menyampaikan hasil riset yang dilakukan oleh tim.
"Saat ini kondisi ENSO pada fase netral yang menjalar ke arah El Nino. Terjadi peningkatan Anomali SST pada wolayah Nino 3.4 sebagai indikasi kuat terjadinya El Nino," tuturnya.
"Kondisi tersebut diperkuat oleh berbagai hasil observasi dari OLR, anomali angin zonal termasuk juga akumulasi panas permukaan serta kondisi atmosfer bawah dan atas. Indikasi kemarau tahun 2023 yang semakin kuat juga dipicu oleh nilai IOD yang diprediksi pada fase positif dan juga hasil prediksi BMKG yang menyebutkan bahwa terjadi periode penurun curah hujan dari nilai normal," katanya.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Eddy Hermawan, menyampaikan risetnya berdasarkan hasil prediksi menggunakan model ENSO.
"Berdasarkan model prediksi ENSO dari April 2023, diperkirakan anlomali SST Nino 3.4 meninggalkan batasan normal (netral) diatas 0.5 derajat diperkirakan akan terjadi antara Mei, Juni, Juli 2023. Jika analisisnya hanya berbasis data SST Nino 3.4 saja, maka kita tidak akan tahu apabila musim kemarau tahun 2023 dimulai dan berakhir, termasuk durasinya agar dapat ditentukan apakah musim kemarau tahun ini tergolong di atas, normal atau di bawah normal. Periode kritis ini terjadi pada Juli, Agustus, September 2023," jelas Eddy.