JAKARTA – Pulau Onrust di kawasan Pulau Seribu DKI Jakarta memiliki sejarah terkait masa penjajahan Belanda di Indonesia. Disebut juga sebagai pulau kapal oleh penduduk lokal, nama Onrust dari bahasa Belanda yang artinya "tanpa Istirahat" atau sibuk karena pada abad 17 hingga 18 pulau ini sangat sibuk disinggahi banyak kapal VOC.
Selain sempat digunakan sebagai pangkalan angkatan laut oleh Belanda, Pulau Onrust juga pernah difungsikan sebagai embarkasi atau lokasi pemberangkatan jamaah haji pada masa penjajahan. Tidak hanya jamaah haji dari Jakarta, tetapi juga dari seluruh Indonesia ditampung di Pulau Onrust sebelum diberangkatkan ke Arab Saudi melalui jalur laut.
Dilansir dari laman puskeshaji.depkes, Pulau Onrust yang dikelilingi oleh tiga pulau lainnya: Pulau Bidadari, Pulau Kelor, Pulau Cipir atau Kayangan, menjadi tempat Karantina Haji dari 1911 sampai 1933.
Menurut Budayawan Betawi, Alwi Shahab, sekira 3.500 jamaah haji dari seluruh Indonesia ditampung di Pulau Onrust untuk menjalani pemeriksaan kesehatan. Semua jamaah haji, tanpa kecuali diharuskan menjalani karantina di pulau dengan luas sekira 7,5 hektare itu.
Jamaah haji yang meninggal dunia selama masa karantina dimakamkan dengan sederhana, bahkan cenderung sembrono karena jenazah mereka dikubur tanpa memperhitungkan arah kiblat.
Saat ini sisa reruntuhan asrama haji peninggalan masa penjajahan itu masih bisa dilihat di Pulau Onrust, sementara bangunan bekas Rumah Sakit Karantina Haji berada di Pulau Cipir.
Di pulau ini juga terdapat dari reruntuhan barak karantina haji yang merupakan tempat karantina penyakit menular yang terbawa jamaah haji.
Barak yang dibangun pada 1911 itu berjumlah 35 unit, setiap barak menampung 100 jamaah haji.
Kegiatan karantina haji ini kemudian dipindahkan ke Pelabuhan Tanjung Priok pada 1933.
Pada awal masa kemerdekaan, Pulau Onrust dimanfaatkan sebagai Rumah Sakit Karantina bagi penderita penyakit menular, di bawah pengawasan Departemen Kesehatan RI hingga awal 1960.
Sejak 1960 sampai 1965 pulau Onrust digunakan untuk menampung gelandangan dan pengemis serta untuk latihan militer. Kemudian pada 1968 terjadi penjarahan besar besaran di pulau Onrust, sehingga bangunan bersejarah tinggal puing-puing.
(Rahman Asmardika)