Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Mengenal Raden Widodo, Jenderal TNI Lincah dan Berani Keturunan Ningrat

Awaludin , Jurnalis-Jum'at, 14 Juli 2023 |06:04 WIB
Mengenal Raden Widodo, Jenderal TNI Lincah dan Berani Keturunan Ningrat
Jenderal TNI Raden Widodo (foto: dok ist)
A
A
A

JAKARTA - Jenderal TNI Raden Widodo, sosok jenderal beken TNI AD ini yang mempopulerkan istilah post power syndrome.

Melansir dari Sindonews, Jumat (14/7/2023). Tentara lulusan pendikan Pembela Tanah Air atau Peta (Gunjin Kyoren) di Bogor tersebut pernah menjabat sebagai Pangdam VII/Diponegoro (1970-1973), Panglima Kowilhan I/Sumatera (1973-1974), Panglima Kowilhan II/Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (1974-1977).

Pada puncak kariernya, Jenderal Raden Widodo pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat atau KSAD periode 1 Januari 1978-30 April 1980.

Lahir dari keturunan ningrat, tak banyak orang mengira Widodo bakal menembus jenderal bintang empat. Maklum, pernah satu masa kariernya berjalan sangat lambat. Tak kurang dari 11 tahun dari 1945 sampai 1956 dia harus menyandang pangkat kapten.

Pada 1957, anak kedua dari pasangan RM Taruno Hartono dan RAJ Rukmiati itu berkesempatan mengikuti pendidikan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat atau SSKD (kini disebut Seskoad). Usai menempuh pendidikan, Raden Widodo didapuk sebagai instruktur di lembaga pendidikan bagi para perwira matra Darat itu.

“Posisi itu disandangnya 8 tahun dari 1957 sampai 1963. Di antara mereka yang dia ajar adalah bekas komandannya, Soeharto,” ujar David Jenkins dalam buku ’Soeharto dan Barisan Jenderal Orba: Rezim Militer Indonesia 1975-1983’.

Dari sana perlahan kariernya merambat naik. Serdadu yang pernah mengenyam keras dan disiplinnya pendidikan di Fort Benning, Amerika Serikat itu berturut-turut dipercaya sebagai Pangdam III/17 Agustus, Pangdam Diponegoro, Pangkowilhan I, dan Pangkowilhan II. Setelah itu dia dipercaya Presiden Soeharto menjabat KSAD menggantikan Jenderal TNI Makmun Murod.

“Dengan telah diangkatnya sebagai KSAD, berarti perjalanan karier Letjen TNI Widodo meningkat pada jenjang tertinggi di lingkungan TNI AD. Sebagai konsekuensi logis, tanggung jawabnya pun semakin berat,” tulis Dinas Sejarah Angkatan Darat dalam buku biograf ‘Jenderal TNI R Widodo, Potret Dedikasi Seorang Prajurit kepada Bangsa’.

Dikenal sebagai jenderal lincah dengan keberanian dan intelektual, salah satu hal paling mencolok yang dilakukan KSAD R Widodo yakni pembentukan Forum Komunikasi (Fosko) TNI AD. Forum ini ruang bagi para purnawirawan TNI AD untuk memberikan masukan dan menyampaikan unek-unek mereka kepada pimpinan AD.

Menjadi masalah lantaran anggota Fosko TNI AD kebanyakan purnawirawan jenderal yang selama ini sangat galak terhadap Soeharto. Sebut saja misalnya Letjen TNI (Purn) GPH Djatikoesoemo, Letjen TNI (Purn) M Jassin, Mayjen TNI (Purn) Achmad Sukendro, hingga Letjen TNI (Purn) HR Dharsono.

Namun di luar itu ada catatan menarik mengenai sosok Widodo. Panglima ABRI Jenderal TNI M Jusuf (menjabat 29 Maret 1978-19 Maret 1983) mendefinisikan mantan anak buahnya itu sebagai orang yang memopulerkan istilah post power syndrome.

Menurut penulis Atmadji Sumarkidjo, media massa kerap mengutip imbauan Widodo kepada para anggota TNI yang hendak pensiun agar tidak dihinggapi gejala post power syindrome. Istilah itu kemudian terus digunakan sehingga menjadi akrab di telinga masyarakat luas.

“Istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Jenderal Widodo itu masih populer dipergunakan sampai sekarang,” kata Atmadji dalam buku biografi setebal 458 berjudul “Jenderal M Jusuf, Panglima Para Prajurit’ tersebut.

Mengutip laman resmi Kementerian Kesehatan, post power syndrome adalah gejala yang terjadi ketika seseorang yang hidup dalam bayang-bayang kebesarannya di masa lalu seakan-akan belum mampu menerima perubahan yang terjadi dalam dirinya.

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement