GUNUNGKIDUL - Telaga-telaga di wilayah Kabupaten Gunungkidul sudah mulai mengering. Padahal selama ini telaga tersebut banyak dibutuhkan masyarakat untuk mandi, cuci ataupun memenuhi kebutuhan ternak mereka.
Kini, tak sedikit telaga yang sudah benar-benar mengering. Jikapun masih ada airnya, volumenya sangat sedikit sehingga tak bisa dimanfaatkan lagi. Airnya sudah bercampur dengan lumpur dan tak bisa lagi diambil.
Akibatnya, para pemilik ternak terpaksa menjual sebagian hewan peliharaan mereka untuk membeli air. Air itu selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga diberikan ke ternak mereka. Sehingga muncullah tradisi ternak makan ternak.
Penggerak Resan (komunitas pelestari alam di Gunungkidul) Edi Padmo menyebut sebagian besar telaga di Gunungkidul cepat mengering. Daya simpan air di telaga-telaga saat ini jauh menurun dibanding jaman dahulu. Kurangnya pemahaman dalam pelestarian telaga memicu penurunan fungsi telaga.
"Sekarang banyak telaga yang kering. Jikapun ada maka airnya tidak bisa dimanfaatkan lagi karena cenderung kotor dan berlumpur," ungkap dia.
Padmo menyebut jumlah telaga di Gunungkidul ini sepanjang yang mereka ketahui ada 400 buah. Daya simpannya telah mengalami penurunan karena berbagai faktor. Paling banyak justru karena pembangunan telaga itu sendiri.
Dia mengatakan jika dibanding zaman dahulu, telaga-telaga yang ada di Gunungkidul lebih cepat mengering. Pasalnya banyak terjadi sedimentasi, Pengerukan, Semenisasi dan terbukanya luweng (goa vertikal) hingga hilangnya pohon pelindung.
Padmo mengatakan, niat pemerintah memang baik ingin menjaga telaga-telaga mereka dengan melakukan rehabilitasi yaitu dengan melakukan semenisasi dinding telaga. Namun ternyata semenisasi tersebut menjadi bumerang karena justru mengakibatkan telaga cepat mengering.
"Dinding beton dengan dinding alami ternyata berdampak sekali," tambahnya.
Kondisi ini memang memaksa para peternak untuk membeli air. Seperti yang dilakukan oleh Wanto, warga Padukuhan Temuireng Kalurahan Girisuko Kapanewon Panggang Gunungkidul.
Dia sudah 3 bulan ini terpaksa membeli air bersih dengan harga Rp 150 ribu setiap tangki ukuran 5.000 liter. Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga untuk ternak mereka.
"Kalau saya sudah habis 6 Tanki. Tetangga ada yang habis 10 tangki, ya karena ternaknya banyak,"ujar dia
Beberapa tetangganya sudah menjual kambing untuk memenuhi kebutuhan air bersih terutama ternak mereka. Menjual ternak untuk memenuhi kebutuhan air ternak yang lain sebenarnya sudah menjadi fonemena biasa di wilayah tersebut karena hampir tiap tahun terjadi.
"Ya memang itu semacam sudah tradisi. Sudah kami antisipasi sebelumnya," kata dia.
Widodo, warga Padukuhan Wediutah Kalurahan Ngeposari Kapanewon Semanu Gunungkidul. Dia mengatakan beberapa warga di wilayahnya terpaksa harus menjual ayam atau kambingnya untuk membeli air karena telaga di tempat mereka telah mengering.
"Biasanya kan ngasih minuman atau mandiin pakai air telaga. Sekarang kering jadi harus beli air," ujarnya.
Sejak dua minggu yang lalu telaga di wilayah mereka sudah mengering. Meskipun masih ada sisa-sisa air, namun tak bisa dimanfaatkan. Warga terpaksa membeli air dari penjual untuk memenuhi kebutuhan ternaknya
Sementara untuk kebutuhan mereka sehari-hari, warga masih bisa memanfaatkan supplai dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Guna kebutuhan ternak mereka, pasokan PDAM kurang mencukupi karena ternak membutuhkan air lebih banyak.
(Erha Aprili Ramadhoni)