Selama perjalanannya di dunia politik, ia menghadapi berbagai macam tantangan. Mulai dari saingannya yang menuduh Thaksin memberikan “suap” kepada para pemilih di pedesaan saat pemilu pada tahun 2001, yang akhirnya dimenangkannya.
Para kritikus juga membuat tuduhan bahwa Thaksin menyalahgunakan mandat pemilu untuk menghapus pengawasan dan keseimbangan konstitusi, sambil memperkuat pemerintahan otoriternya.
Belum lagi pada tahun 2003, saat Thailand berperang melawan narkoba yang menewaskan sekitar 2.500 orang yang mana hal tersebut memicu kemarahan kelompok yang memperjuangkan hak asasi manusia karena dianggap mengabaikan kebebasan sipil.
Kemarahan kembali meledak ketika ia menjual sahamnya di Shin Corporation, perusahaan jaringan seluler terbesar di Thailand, seharga 73,3 miliar baht atau setara 31,9 triliun rupiah ke Temasek Singapura pada 2003.
Para saingannya mengeluh adanya konflik kepentingan dan menuduh keluarga Thaksin tidak membayar pajak atas keuntungan modal dari penjualan saham tersebut.