Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Hutan Angker Dibabat Massa PKI, Hanya Sisakan 4 Pohon

Erha Aprili Ramadhoni , Jurnalis-Kamis, 14 September 2023 |07:21 WIB
Hutan Angker Dibabat Massa PKI, Hanya Sisakan 4 Pohon
Hutan adat Wonosadi yang dikenal angker, pernah dibabat habis oleh massa PKI. (MPI/Erfan Erlin)
A
A
A

GUNUNGKIDUL - Hutan Adat Wonosadi di Ngawen Gunungkidul, Yogyakarta dianggap angker oleh masyarakat sekitar. Saking angkernya, masyarakat tak ada yang berani menebang pohon di sana.

Ketua Jagawana Hutan Adat Wonosadi Sri Hartini (52) mengatakan, hutan Wonosadi terletak di Dusun Duren dan Dusun Sidorejo Desa Beji Kecamatan Ngawen. Hutan ini terletak di perbukitan yang berbatu hitam, tanahnya merah kehitaman.

Mengulas arsip Okezone dan beragam sumber lainnya, Kamis (14/9/2023) Hutan Wonosadi berstatus hutan adat. Setiap tahun diadakan Upacara Tradisional Sadranan di Hutan Wonosadi. Upacara Sadranan itu sudah dilaksanakan masyarakat Desa Beji sejak zaman nenek moyang mereka.

"Sebelum tahun 1964, hutan Wonosadi lebat sekali," ujar dia beberapa waktu lalu.

Akibat ulah manusia, pada 1964 sampai 1966 hutan Wonosadi rusak. Pohon-pohon habis ditebang. Hanya menyisakan 4 pohon asem yang berada di tengah. Konon masyarakat yang tidak bertanggung jawab melakukan hal itu karena anjuran PKI. Saat itu, Desa Beji dikuasai Pamong yang merupakan PKI.

"Nah tahun 1964 dan tahun 1966 di sekitar Wonosadi terjadi banjir kerikil dan erosi. Sumber mata air mati. Masyarakat bingung karena kekurangan air. Padahal ada musim kemarau atau ketigo. Sawah sawah rusak tertimbun kerikil. Petani pada musim kemarau tidak bisa menanam tanaman lagi," tuturnya.

Dalam dokumen yang ada di sekretariat Hutan Wonosadi, dituliskan kerusakan akibat ulah PKI tersebut. Hutan itu seluas sekira 23 hektare. Berbagai tumbuhan yang jarang terdapat di dusun-dusun berada di Hutan Wonosadi.

Dokumen tersebut menyebutkan terjadinya sejak zaman dahulu. Namun, akibat olah politik PKI pada 1965, hutan itu gundul karena pohon ditebangi. Pemerintah desa saat itu yang merupakan orang-orang PKI membiarkannya.

Setelah PKI hancur tahun 1965 perangkat Desa deji diganti total. Namun, Hutan Wonosadi sudah terlanjur gundul tinggal 4 batang kayu yang masih ada.

Pada 1966 Hutan Wonosadi dhijaukan kembali oleh masyarakat Desa Beji, dipimpin tokoh masyarakat Sudiyo.

Kerjasama antara masyarakat dan pamong Desa akhirnya Hutan Wonosadi pulih kembali menjadi hutan lebat yang ditumbuhi bermacam-macam pohon. Sampai sekarang keamanan dan pelestariannya ditugaskan oleh Pemerintah Desa Beji kepada sekelompok Pemuda yang diketuai oleh Sudiyo.

Informasi yang dihimpun, usai terjadi pemberontakan PKI, Pamong Desa Beji diganti semua kecuali yang tidak menganut komunis.

Namun asa bagi masyarakat Beji karena Hutan Wonosadi sudah terlanjur rusak berat. Erosi tanah longsor, banjir kerikil, mata air mati terjadi. Pertanian masyarakat pun merosot total. Untuk memulihkan keadaan masyarakat, Hutan Wonosadi dan sekitarnya harus dipulihkan.

Kini hutan Wonosadi telah kembali lestari. Luas Hutan Wonosadi menjadi 23 hektare. Rinciannya, hutan inti seluas 18 hektare dan hutan penjaga 5 hektare. Berbagai tumbuh-tumbuhan ada di hutan ini. Kebanyakan tumbuhan langka berada di hutan inti.

Lurah Beji Ngawen, Sri Idayanti ketika dikonfirmasi mengaku tidak mengetahui kebenaran cerita PKI pernah merusak hutan Wonosadi tersebut, termasuk juga narasi yang ada dalam buku di sekretariat Hutan Adat Wonosadi.

"Pas peristiwa G30S/PKI itu saya belum ada. Saya lahir 1977. Jadi kalau ditanya cerita itu termasuk semua pamong diganti karena tersangkut peristiwa tersebut, saya tidak tahu. Saya malah baru tahu sekarang ini," kata dia, mengutip pemberitaan Okezone, Kamis (14/9/2023).

Warga Dusun Duren yang mengetik naskah buku tersebut, Sumarna, juga mengaku tidak mengetahui kebenaran cerita tentang PKI di wilayahnya termasuk pergantian seluruh pamong usai peristiwa G30SPKI tahun 1965.

"Dulu kan saya ketua Karang Taruna terus sekolah di SMEA. Nah yang bisa mengetik manual itu hanya saya. Jadi saya yang disuruh mengetik narasi itu berdasarkan cerita Mbah Sadiyo," ujar dia.

Meski mengetiknya, namun Sumarno juga mengaku tidak mengetahui pasti penggantian semua pamong Kalurahan karena terkait PKI.

Apalagi menurutnya, saat menyusun itu tidak ada konfirmasi siapa yang diberhentikan dan siapa yang menggantikannya.

Meski begitu, sepanjang sepengetahuannya, ketika zaman geger PKI tahun 1965, di Kalurahan Beji pernah terjadi pergantian lurah sebanyak dua kali. Dan masing-masing hanya menjabat selama beberapa bulan saja. Ia tidak mengetahui apakah pergantian tersebut karena sangkut paut dengan PKI atau hanya mengisi kekosongan jabatan.

(Erha Aprili Ramadhoni)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement