Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Tempat Pengungsian PBB di Gaza Kehabisan Air

Serli Utari Dewi , Jurnalis-Senin, 16 Oktober 2023 |13:05 WIB
Tempat Pengungsian PBB di Gaza Kehabisan Air
Foto: Reuters.
A
A
A

GAZA - Air di tempat penampungan PBB di Gaza telah habis saat ribuan orang memadati halaman rumah sakit terbesar di wilayah yang terkepung dan sebagai tempat perlindungan terakhir dari serangan darat Israel. Para dokter yang kewalahan dalam merawat pasien juga merasa khawatir akan terkena dampaknya.

Warga sipil Palestina yang tinggal di Gaza, telah mengalami konflik ini selama bertahun-tahun, mereka juga berjuang untuk bertahan hidup pada Minggu (15/10/2023), dalam menghadapi serangan Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya di wilayah tersebut. Serangan itu merupakan respons Israel atas serangan militan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober yang menewaskan 1.300 warga Israel, sebagian besar adalah warga sipil.

Israel telah memutus aliran listrik, obat-obatan, air dan makanan terhadap Gaza, ia juga menyerang wilayah itu dengan serangan udara dan memerintahkan 1 juta penduduk di wilayah utara untuk segera melarikan diri ke Selatan menjelang serangan yang masih direncanakan oleh Israel, dikutip dari New York Post.

Kementerian Kesehatan Gaza juga mengatakan lebih dari 2.300 warga Palestina telah tewas sejak pertempuran akhir pekan lalu.

Penasihat keamanan nasional Amerika Serikat (AS) Jake Sullivan mengatakan kepada CNN bahwa pada Minggu (15/10/2023), pihak Israel sudah menyalakan kembali aliran air di Gaza selatan. Lalu, Menteri Energi dan Air Israel, Katz, mengatakan bahwa air sudah dipulihkan di beberapa titik tertentu di Gaza.

Hal tersebut direspon kembali oleh pekerja bantuan di Gaza dan juru bicara pemerintah Gaza bahwa tidak ada tanda-tanda air mengalir kembali di wilayah tersebut.

Terdapat kelompok-kelompok bantuan yang memberikan perlindungan terhadap lebih dari 2 juta warga sipil di Gaza, dan mendesak dibuatnya koridor darurat untuk pengiriman bantuan kemanusiaan.

“Perbedaannya dengan eskalasi ini adalah kami tidak mendapat bantuan medis dari luar, perbatasan ditutup, listrik padam dan ini merupakan bahaya besar bagi pasien kami,” kata Dr. Mohammed Qandeel, yang bekerja di Rumah Sakit Nasser di daerah Khan Younis selatan.

Menurut para dokter di zona evakuasi mereka tidak dapat mengevakuasi pasiennya secara aman sehingga mereka memutuskan untuk tetap tinggal dan merawat pasien sekalipun mengorbankan nyawa dirinya. 

“Kami tidak akan mengevakuasi rumah sakit meskipun hal itu mengorbankan nyawa kami,” kata Dr. Hussam Abu Safiya, kepala pediatri di Rumah Sakit Kamal Adwan di Beit Lahia.

“Jika para dokter memilih untuk pergi, tujuh bayi baru lahir di unit perawatan intensif akan meninggal,” katanya. Dan bahkan jika mereka bisa memindahkannya, tidak ada tempat bagi mereka untuk pergi di wilayah pantai sepanjang 40 kilometer itu.

“Rumah sakit penuh,” kata Abu Safiya. “Terdapat juga warga yang terluka setiap hari dengan anggota badan yang terputus dan luka yang mengancam jiwanya,” tambahnya.

Dokter lain pun mengkhawatirkan nyawa-nyawa pasien yang bergantung pada ventilator dan menderita luka akibat ledakan. Mereka juga khawatir seluruh fasilitas rumah sakit akan ditutup dan banyak orang akan meninggal karena keterbatasan bahan bakar generator yang hampir habis, dan menurut Pemantau kemanusiaan PBB dipastikan hal ini bisa terjadi pada Senin (16/10/2023).

Di Rumah Sakit Shifa di kota Gaza, yaitu jantung dari zona evakuasi, para pejabat medis memperkirakan bahwa terdapat 35.000 pria, wanita dan anak-anak berdesakkan di lapangan terbuka, di lobi, di lorong-lorong, dengan harapan lokasi tersebut akan melindungi mereka dari serangan.

“Situasi mereka sangat sulit,” kata direktur rumah sakit Mohammed Abu Selmia. “Ratusan orang yang terluka juga terus berdatangan ke rumah sakit setiap harinya,” tambahnya.

Menurut Juliette Touma, juru bicara badan pengungsi Palestina atau yang dikenal UNRWA, mengatakan bahwa sekitar setengah juta warga Gaza yang mengungsi di penampungan PBB di seluruh wilayah kehabisan air dan mereka mulai mengalami kekeringan, karena hal ini tim-tim PBB mulai menjatah air.

Touma juga mengatakan bahwa seperempat juta orang di Gaza selama 2 jam terakhir sudah pindah ke tempat penampungan yang sebagian besar adalah sekolah-sekolah PBB.

Juru Bicara UNRWA Inas Hamdan juga mengatakan bahwa air bersih di wilayah ini sebenarnya sudah habis.

Di seluruh Gaza, keluarga-keluarga mendapatkan jatah persediaan air semakin sedikit karena keterbatasan air yang kian menipis, banyak dari mereka terpaksa menggunakan air kotor atau air payau untuk minum.

(Rahman Asmardika)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement