DEPOK - Kepala Pemberdayaan Aset Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Syafrizal mengatakan, masih terdapat sekitar 32,9 hektare dari total 142,5 hektare dan dua danau yang belum bebas dan masih dikuasai masyarakat.
Diketahui Kementerian Agama (Kemenag) RI mendapat limpahan lahan dari RRI seluas 142,5 hektare yang akan diperuntukkan Proyek Strategis Nasional (PSN) berupa Kampus UIII di Cisalak, Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat.
"Karena ini PSN 142,5 hektare itu lahannya baru betul bebas sekitar 90 hektare sehingga kita bisa bangun nih tapak pembangunan. Jadi ada sekitar 50 hektare lagi sebetulnya daratnya itu tinggal 32,9 hektare sisanya ada dua danau sehingga 52,5 hektare lagi yang belum bebas masih dikuasai oleh masyarakat penggarap," kata Syafrizal saat ditemui di Gedung Rektorat UIII, Senin (30/10/2023).
Syafrizal menjelaskan, lahan 32,9 hektare yang berbatasan langsung dengan Jalan Raya Juanda Depok itu saat ini ditempati warga hingga untuk kegiatan ekonomi.
"Ini lah yang kita hadapi sekarang yang jumlah 32,9 hektare itu berada di pinggir Jalan Juanda disitu padat orang, padat kebutuhan ekonomi kegiatan ekonomi, juga padat jenis masyarakat yang tinggal disitu. Ada ormas, ada preman, ada TNI-Polri berbagai kesatuan, ada pensiunan jenderal, ada pengusaha, ada pedagang, ada macam macam yang tinggal disitu di daerah 32,9 hektare," ucapnya.
Syafrizal menegaskan, bahwa saat ini pihaknya bersama Tim Terpadu yang terdiri dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok, Kementerian Agama (Kemenag) dan UII itu tengah melakukan sosialisasi dan memproses pembayaran kerohiman bagi masyarakat yang bermukim di lahan 32,9 hektare.
"Nah inilah yang menjadi tugas berat kita sedang berjalan sampai hari ini sosialisasi pembayaran kerohiman atau santunan," ujarnya.
Lebih lanjut, Syafrizal mengungkap bahwa sebagian warga memilih bertahan di perkampungan tersebut meski telah ditawarkan opsi uang kerohiman. Sebab, menurutnya warga yang bermukim menginginkan pembayaran ganti rugi meski itu merupakan tanah negara.
"Tapi dari pihak sana atau warga sana itu bertahan bahwa ini perkampungan mereka. Kita tidak ingin terjadi ramai ramai, ribut-ribut kita menyediakan opsi memberikan kerohiman terhadap orang yang menjadi penggarap tersebut. tentu kerohiman nilainya ada yang memadai ada yang tidak sesuai dengan harapan mereka karena ingin ganti rugi per meter sekian juta gitu itu nggak mungkin karena ini tanah negara," tuturnya.
Sementara itu, Pantauan MNC Portal Indonesia di lokasi lahan 32,9 hektare terpampang spanduk penolakan dari warga. Terlihat bangunan usaha rumah makan hingga permukiman berdiri diatas lahan tersebut.
(Arief Setyadi )