BANDUNG - Dua pria berinisial SM dan RI ditangkap jajaran Polresta Bandung. Keduanya terbukti mengedarkan obat keras tanpa resep dokter yang digunakan untuk menggugurkan kandungan.
Satu pelaku yakni SM bahkan mengaku sebagai dokter. Sementara RI berperan sebagai pemasok obat-obatan terlarang tanpa resep dokter tersebut.
Dalam menjalankan aksinya, SM terlebih dulu membuka jasa konsultasi di media sosial Facebook. Setelah ada yang tertarik, dia pun bertukar nomor telepon dengan korban. Konsultasi kemudian berlanjut via WhatsApp.
"Awalnya saya tidak langsung mengaku dokter. Pas di WhatsApp, saya kasih nama depan dokter. Terus saya memandu korban meminum obat-obatan tersebut," kata SM di Mapolresta Bandung, Senin (6/11/2023).
Tersangka mengaku mengetahui cara meminum obat tersebut dari google. Menurut dia, sejak memulai praktik pada tahun 2021, sudah lebih dari 100 orang menjadi korban.
"Sudah 100 lebih (korban). Jadi obat itu satu lembar saya jual dengan harga Rp1,5 juta. Kalau satu butirnya Rp150 ribu," kata SM.
Kapolresta Bandung Kombes Kusworo Wibowo mengatakan, tersangka menjalankan praktik aborsi ilegal tersebut sejak 2021. Dari data yang diperoleh di ponsel, lanjut dia, tercatat ada 10 korban. Tiga orang di Bandung, sisanya dari luar Bandung.
Menurut Kusworo, tersangka SM membeli obat-obatan tersebut dari RI seharga Rp2,5 juta untuk 12 strip. Kemudian, lanjut Kusworo, SM menjualnya seharga Rp1,5 juta kepada korban.
Atas perbuatannya, lanjut Kusworo, tersangka dijerat dengan pasal 435 UU Kesehatan dengan ancaman hukuman minimal hukuman 5 tahun dan maksimal 12 tahun penjara.
Sementara itu, pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Bandung dr Rois mengatakan, obat-obatan tersebut seharusnya secara medis diresepkan oleh dokter kebidanan dan diperuntukkan pada kondisi tertentu.
"Kalau di kebidanan untuk menghentikan pendarahan dan jaringan sisa itu. Tapi ini malah digunakan untuk pengguguran kandungan," kata Rois.
(Erha Aprili Ramadhoni)