KOTA Surabaya menjadi tempat terjadinya pertempuran dahsyat antara pejuang Indonesia dengan sekutu pada 10 November 1945. Peristiwa ini sekaligus menjadi pertempuran pertama Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Karena itu, tanggal 10 November dijadikan Hari Pahlawan untuk mengenang jasa pahlawan pertempuran Surabaya. Peringatan Hari Pahlawan didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur dan ditandatangani Presiden Soekarno.
Pertempuran 10 November ini dipicu tewasnya Brigjen Aubertin Walter Sothern Mallaby. Kematian jenderal Inggris ini menjadi pemantik Pertempuran Surabaya.
Sebelum pertempuran sengit pada 10 November 1945, sebenarnya telah terjadi pertempuran selama 3 hari di Surabaya antara tentara Inggris dan sekutu dengan arek-arek Surabaya. Pertempuran ini terjadi pada 28-30 Oktober 1945 di beberapa titik salah satunya di Gedung Internatio di daerah Krembangan.
Mengutip buku ‘The British Occupation of Indonesia: 1945-1946” karya Richard McMillan, Mallaby berangkat bersama Kapten Shaw, Smith dan Laughland dengan dikawal sejumlah pemimpin Surabaya, seperti Roeslan Abdulgani, Soedirman, Sungkono, Doel Arnowo dan Kundan. Tokoh masyarakat India di Surabaya bertindak sebagai penerjemah.
Konvoi itu disambut kerumunan masssa ‘arek-arek Suroboyo’. Kapten Shaw diberi mandat oleh Mallaby untuk bicara langsung pada pimpinan tentara Inggris yang terperangkap, Mayor Venugopal, komandan Mahratta ke-5 dan 6 dari Kompi D – pasukan yang terkepung di Gedung Internatio.
Namun, belum selesai pembicaraan di dalam gedung, muncul tembakan dari arah dalam ke luar gedung. Sontak, para pemuda yang berkerumun di luar gedung bereaksi membalas tembakan. Di tengah baku tembak, dua pemuda muncul di balik pintu mobil dan Kapten Laughland melihat keduanya mencoba membuka katup bensin mobil. Laughland pun mengusir keduanya dengan tembakan karena takut mobil akan dibakar.