Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kisah Pejuang Perang 10 November Kebal Peluru Usai Digembleng Makan Telur

Avirista Midaada , Jurnalis-Jum'at, 10 November 2023 |08:29 WIB
Kisah Pejuang Perang 10 November Kebal Peluru Usai Digembleng Makan Telur
Kisah pejuang perang 10 November di Surabaya kebal peluru usai digembleng makan telur. (Ilustrasi/Ist)
A
A
A

MALANG - Singosari, Kabupaten Malang menjadi satu dari sejumlah tempat yang digunakan untuk melatih pasukan guna mempertahankan kemerdekaan. Berlokasi di Pondok Pesantren (Ponpes) Bungkuk, Singosari, Malang, para santri dan banyak orang digembleng untuk berperang.

KH Moensif Nachrawi, generasi keempat pendiri Masjid Bungkuk, mengisahkan bagaimana Ponpes Bungkuk dijadikan arena penggemblengan pasukan dan laskar yang akan diberangkatkan ke Surabaya. Mereka berlatih di bawah komando KH Masjkur yang merupakan bagian dari Laskar Hizbullah.

"Singosari ini tempat mengemblengnya, mengebalkan di sini, enggak ada markas tentara, tentara enggak ada, baru berdiri Oktober, enggak ada waktu itu. Yang ada gerilyawan," ucap KH Moensif Nachrawi ditemui di rumahnya di Jalan Bungkuk, Singosari, Kabupaten Malang.

Ia masih mengingat betul saat itu banyak gerilyawan, santri, dan para pejuang yang berkumpul di Singosari. Selain dibekali kemampuan berperang, mereka dikuatkan untuk kemampuan akhlak dan akidah agar siap mati berperang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Dia masih ingat ketika masih SD, samurai, pedang, dan senjata tajam lainnya menjadi hal yang sering dilihat, bahkan dipegangnya. Bahkan beberapa pejuang juga diajarkan ilmu kekebalan dari para kiai dengan cara makan telur ayam.

"Saat di sana (di Ponpes Bungkuk) itu gerilya itu dikirim, rata-rata cuma dibekali, istilahnya tahan peluru, minum telur ayam dikasih doa ditelan. Telur mentah, kayak STMJ, dimakan, didoakan masing-masing sudah dibawa (telurnya), terus ada doanya, diikuti bersama-sama. Selesai pecah makan," ujarnya.

Menurutnya, saat itu ada banyak tokoh agama yang bisa 'nyuwuk' atau membekali para pejuang dengan kesaktian. Bahkan, disebut Moensif, tidak hanya di Bungkuk, ada beberapa lokasi di Malang yang menjadi tempat penggemblengan pejuang pertempuran 10 November 1945.

"(Kalau yang di Bungkuk, kumpul pejuang) Kumpulnya di rumah saya di Jagalan, gemblengan juga di sana di Jagalan kumpulnya di situ. (Lokasi penggemblengan) nyebar di mana-mana, banyak memang yang ditokohkan yang mampu, bisa nyuwuk. Jadi orang bukan di tempat sini (di Bungkuk Singosari) saja, ada di tempat lain," jelasnya.

Perbekalan itu menjadi modal gerilyawan asal Malang dan sekitarnya. Mereka kemudian diberangkatkan ke Porong dari Malang untuk berperang di Surabaya. Jadi para pejuang juga tak sembarangan bertempur di medan peperangan.

"Dibekali berangkatnya nunggu, diangkut lagi ke front. Yang mati enggak pulang, yang masih hidup ya pulang orang gitu saja," ungkap pria yang juga penasihat Takmir Masjid Attohiriyah, Bungkuk, Singosari ini.

Namun harus diakui, kuatnya persenjataan tentara sekutu membuat pejuang dari Indonesia kewalahan. Alhasil pasukan Indonesia bisa dipukul mundur oleh tentara sekutu hingga keluar Surabaya. Bahkan tentara Sekutu, termasuk di dalamnya Belanda juga berusaha memukul mundur para pejuang hingga ke selatan Surabaya.

"Apa yang terjadi kemudian Belanda merangsak lagi sampai Lawang, Lawang itu bertahan lama, karena mau ke selatan itu susah, satu saat Belanda itu coba dari lawang Le Singosari itu gagal kenapa, pohon gede-gede itu dilupakan mobil tank enggak bisa lewat truk-truk enggak bisa lewat gagal," tuturnya.

(Erha Aprili Ramadhoni)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement