KH MASJKUR mengomandoi Laskar Hizbullah untuk ikut berjuang di pertempuran Surabaya pada 10 November 1945. Pasukan berangkat dari Malang menuju Surabaya untuk membantu masyarakat Surabaya berjuang mengusir Belanda dan tentara sekutu, yang berusaha merebut kemerdekaan.
Para pasukan Hizbullah dari berbagai daerah di Malang raya dan sekitarnya itu kemudian berkumpul di Masjid Sabilillah Blimbing, sebelum berangkat ke Surabaya. Alasannya kawasan Blimbing dinilai strategis sebagai titik temu dari beberapa pondok-pondok pesantren.
"Karena pertigaan Blimbing itu sangat strategis, arah Tumpang, Pakis lewat situ arah Batu lewat situ, sehingga di Sabilillah itu tempat berkumpulnya tentara laskar Hizbullah untuk menuju ke Surabaya. Sehingga dinamakan masjidnya Masjid Sabilillah," ujar Pemerhati sejarah Malang, Agung H. Buana.
Agung mengatakan, dari situ ada sekitar 168 orang pasukan yang berkumpul di Masjid Sabilillah Malang.
Namun pada perjalanan berangkat ke Surabaya pasukan Laskar Hizbullah ini berkembang menjadi banyak orang karena melintasi beberapa pondok pesantren mulai dari Malang, Pasuruan, hingga sampai di Sidoarjo.
"Akhirnya lama-lama menjadi membesar membesar, dan besarnya bisa sampai 500 sampai 1.000 orang, itu berjalan terus akhirnya berkumpullah titik kumpulnya di Surabaya, pemberhentian pertama di sebuah pabrik gula di Sidoarjo," ucap Agung.

Ganjar-Mahfud MD Merayakan Hari Pahlawan: Mengenal Sejarah dan Maknanya
Agung menyatakan, KH. Masjkur menjadi satu dari sekian ratusan orang yang dilatih untuk menjadi pasukan cadangan dari PETA.
Pasukan cadangan yang dinamakan Hizbullah ini memang seluruhnya beranggotakan muslim, yang dilatih tentara Jepang dan PETA di daerah Cibarusah yang sekarang masuk daerah Bekasi.
"Jadi pemerintah Jepang itu membentuk tentara PETA untuk membantu mereka dalam menghadapi Perang Dunia Ke-2, menghadapi sekutu. Laskar Hizbullah itu penempatannya sebagai pasukan cadangan, karena permintaan dari para ulama, sehingga tokoh-tokoh Islam waktu itu kurang lebih ada 500 orang itu dilatih di bawah tentara Jepang dan PETA," kata dia.
Selain dilatih secara militer, para tokoh-tokoh Islam ini juga dipersenjatai oleh tentara Jepang sebagai tentara cadangan. Ketika pelatihan sudah selesai, sebanyak sekitar 500 pasukan ini akhirnya diminta kembali ke daerah masing-masing dan mendirikan pasukan - pasukan Hizbullah di daerahnya.
"Salah satu pasukan Hizbullah ini adalah KH. Masjkur yang ada di Singosari. KH. Masjkur inilah yang membentuk Hizbullah di Malang, bersama Mayjen Imam Soedja'i, dia adalah Panglima Divisi Untung Suropati TKR yang membawahi Malang dan sekitarnya karasidenan," tuturnya.
Setelah pasukan terbentuk, KH. Masjkur dan Mayjen Imam Soedja'i memberikan latihan kepada para pasukan dan santri-santri dari sejumlah pondok pesantren di Malang dan sekitarnya.
Bahkan secara khusus KH. Masjkur juga memberikan pelatihan kepada para santri-santri di pondok pesantren (Ponpes) Bungkuk Singosari, sebelum akhirnya pasukan Hizbullah berangkat ke Surabaya untuk bertempur melawan tentara sekutu.
(Qur'anul Hidayat)