Soedirman pun memulai perjalanan gerilya selama 7 bulan, di mana ia bersama pasukannya harus berada di hutan dan menyusup masuk dan keluar untuk menghindari pasukan Belanda.
Kisahnya tidak berhenti di situ. Dengan hanya satu paru-paru karena tuberkulosis, Soedirman kesulitan mendapatkan obat-obatan yang dibutuhkannya. Namun, semangat juangnya tetap tinggi, dan kadang-kadang ia harus dibantu oleh para prajuritnya.
Perang gerilya berakhir pada tahun 1949, dan kesehatan Soedirman semakin memburuk. Pada 29 Januari 1950, ia akhirnya meninggal dunia pada usia 34 tahun. Meski wafat pada usia muda, warisan semangat dan patriotisme yang ditinggalkan oleh Soedirman tetap memotivasi generasi penerus bangsa.
(Arief Setyadi )