Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Ketika Umat Kristiani di Iran Rayakan Paskah Secara Diam Diam

Susi Susanti , Jurnalis-Selasa, 02 April 2024 |16:59 WIB
Ketika Umat Kristiani di Iran Rayakan Paskah Secara Diam Diam
Ketika umat Kristiani rayakan Paskah secara diam-diam di Iran (Foto: EPA)
A
A
A

Kali ini, Tina berencana merayakan Paskah. Namun, di masa lalu, polisi Iran diketahui melakukan lebih banyak penangkapan menjelang Natal dan Paskah, sehingga dia dan rekan-rekan gerejanya harus beradaptasi.

“Kami tidak pernah bisa merayakan Natal atau Paskah pada hari sebenarnya. Kami harus mengubah waktunya dan melakukannya beberapa minggu kemudian,” katanya.

“Dalam sebulan, atau mungkin tiga minggu, kami akan memasak bersama dan bermain sedikit untuk anak-anak,” lanjutnya.

“Kami tidak akan menghalangi perayaan ini, namun kami harus mengambil tindakan pencegahan karena kami tahu pemerintah juga mempunyai rencana untuk hari-hari tersebut,” tambahnya.

Sementara itu, Mehdi, bukan nama sebenarnya, telah ditangkap dua kali. Pertama kali, dia baru berusia 20 tahun.

Dia mengatakan dia dikurung di sel isolasi, diinterogasi berulang kali dan diancam.

Namun penangkapannya yang kedua kalinya, ketika ia berusia 24 tahun, benar-benar meninggalkan bekas pada dirinya.

“Saya berada di sel isolasi selama lebih dari sebulan,” katanya.

"Interogasinya lebih intens, dan mereka membahasnya secara detail. Kami tidak bisa bertemu keluarga kami dan kami tidak tahu berapa lama kami akan berada di sana. Setiap kali kami bertanya, mereka hanya tertawa. dan katakan 'jangan khawatir tentang itu, kamu akan berada di sini sebentar',” ujarnya.

Mehdi tetap dipenjara selama tiga tahun, sebuah pengalaman yang menurutnya memberinya mimpi buruk yang berulang.

Ia didakwa dengan beberapa hal. Dia antaranya adalah mengancam keamanan nasional, sebuah kejahatan politik yang berarti ketika ia dibebaskan, ia tidak dapat kembali ke kehidupan lamanya.

“Ketika Anda mendapat tuduhan politik ini, Anda langsung menjadi warga negara kelas dua atau tiga,” ungkapnya.

“Ke mana pun Anda ingin pergi bekerja atau belajar, Anda mempunyai label politik, yang membuat hidup Anda sangat sulit,” lanjutnya.

Dia mengaku hampir terus-menerus diawasi, dan dia takut ditangkap kembali kapan saja.

“Itu sangat sulit bagi keluarga saya,” katanya.

“Setiap kali saya pergi berbelanja, misalnya, mereka takut saya tidak akan kembali,” lanjutnya.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement