JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengeluarkan hasil pemantauan tren korupsi tahun 2023. Hasilnya dalam empat tahun terakhir (2019-2023) terjadi peningkatan baik dari jumlah kasus (791) maupun jumlah tersangka (1.695).
"Berdasarkan hasil pemantauan terhadap kasus korupsi sepanjang tahun 2023, ICW menemukan adanya peningkatan yang sangat signifikan ketimbang tahun-tahun sebelumnya yaitu sebanyak 791 kasus korupsi dengan 1.695 orang ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum,"dikutip dalam laporan resmi ICW, Senin (20/5/2024).
Lebih lanjut, dari kasus yang berhasil terpantau, potensi kerugian negara mencapai Rp 28.412.786.978.089 (Rp28,4 triliun), potensi suap-menyuap dan gratifikasi sebesar Rp 422.276.648.294 (Rp422 miliar), potensi pungutan liar atau pemerasan sebesar Rp10.156.703.000 (Rp 10 miliar), dan potensi aset yang disamarkan melalui pencucian uang sebesar Rp 256.761.818.137 (Rp256 miliar).
Lantas dia menjelaskan bahwa kenaikan itu terjadi karena tidak optimalnya strategi pemberantasan korupsi oleh pemerintah melalui penindakan yang dilakukan oleh aparatur hukumnya.
"Melihat kondisi pemidanaan yang jauh dari tujuan untuk memberikan efek jera, maka menjadi wajar jika tren korupsi secara konsisten menunjukkan peningkatan setiap tahunnya,"ucapnya.
Kedua, strategi pencegahan korupsi dapat dikatakan belum berjalan maksimal. Sebagai salah satu indikator penting dalam keberhasilan agenda pemberantasan korupsi selain penindakan, kerja pencegahan juga patut menjadi catatan penting.
"Pemerintah sendiri sejatinya memiliki instrumen pencegahan, yakni strategi nasional pencegahan korupsi (Stranas-PK) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2018. Namun jika melihat kondisi faktual dimana kasus korupsi secara konsisten mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, maka strategi pencegahan pemerintah belum memiliki kontribusi yang berarti,"ucapnya.
Walaupun begitu, tren peningkatan jumlah kasus dan tersangka tidak diikuti dengan tren potensi nilai kerugian negara yang diungkap oleh aparat penegak hukum dan berhasil terpantau dalam laporan ini. Dibandingkan tahun sebelumnya yang potensi kerugian negaranya mencapai Rp 42.747.547.825.049 (Rp42,7 triliun), terjadi penurunan pada tahun 2023, yakni berkisar Rp 28,4 triliun.
"Meski terjadi penurunan dibandingkan dua tahun sebelumnya, namun potensi kerugian negara pada tahun 2023 masih tergolong sangat besar. Sebagai tindak pidana dengan motif ekonomi, besarnya potensi nilai kerugian negara tentu akan sangat berdampak pada rusaknya tatanan kehidupan masyarakat dan stabilitas ekonomi untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan,"katanya.
Melihat temuan ini, maka ICW meminta adanya langkah konkrit untuk memperkuat pengawasan atas segala kegiatan pemerintah guna memperkuat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
"Perbaikan tersebut dapat dimulai dengan melakukan penyempurnaan terhadap sistem manajemen keuangan yang berorientasi pada asas-asas umum pemerintahan yang baik,"kata dia.
Selain itu, dalam konteks penegakan hukum, ICW menyebut perlu ada upaya dari aparat penegak hukum untuk melakukan optimalisasi pemidanaan yang berorientasi pada pengembalian aset hasil kejahatan.
"Berkaca pada temuan ICW, upaya pemulihan aset sejauh ini belum banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum. Uraian lebih lanjut akan dijelaskan pada bagian pemetaan berdasarkan jenis korupsi,"tuturnya.
(Khafid Mardiyansyah)