JAKARTA - Majlis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara perihal polemik jamuan dan sambutan masyarakat dan takmir masjid kepada 44 rombongan biksu yang singgah di beranda Masjid Baiturrohmah Bengkal, Temanggung.
Wakil Ketua Wantim MUI, Zainut Tauhid Sa'adi menilai sebaiknya polemik tersebut dihentikan dan tidak perlu diteruskan apalagi dibesar-besarkan. Hal itu karena selain tidak produktif, hal itu juga dapat menimbulkan kesalahpahaman, baik di internal umat Islam maupun antarumat beragama lainnya.
"Sebaiknya dihentikan polemik tersebut, karena hal itu bisa merusak harmoni kehidupan umat beragama," kata Tauhid, Sabtu (25/5/2024).
Di internal umat Islam sendiri, para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya nonmuslim masuk ke dalam mesjid selain Masjidil Haram. Sebagian besar ulama membolehkan, seperti Imam asy-Syafi’i dalam kitabnya.
"Dalam kitabnya yang berjudul Al-Umm mengatakan tidak apa-apa orang musyrik bermalam dalam semua masjid, kecuali Masjidil Haram," kata Tauhid.
Tauhid menjelaskan, pedapat Imam Ibnu al-Qayyim sikap memperbolehkan kaum nonmuslim masuk masjid pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika delegasi Najran datangm. Mereka masuk ke dalam masjid setelah salat Asar. Ketika datang waktu ibadah mereka, mereka bangun untuk mendirikan ibadah mereka di masjid Rasulullah SAW.
Kemudian orang-orang mencegahnya lalu Rasulullah SAW. bersabda, ‘Biarkan mereka.’ Lalu, mereka menghadap timur, dan melaksanakan ibadah mereka.
Dari beberapa keterangan tersebut sebagian ulama menyimpulkan bahwa nonmuslim boleh masuk ke dalam masjid kecuali Masjidil Haram. Meski demikian dengan syarat telah mendapat izin dari kaum muslimin setempat serta memiliki tujuan untuk kebaikan atau kemaslahatan.
Meskipun demikian, ada sebagian ulama yang melarang nonmuslim masuk ke dalam masjid mana pun apalagi Masjidil Haram.
"Sehingga menurut pendapat saya perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan, selain dalam pandangan agama hal ini bukan merupakan wilayah yang qath'i (sesuatu yang sudah ada kepastian hukumnya) namun masuk wilayah yang dhanni (sesuatu yang masih belum memiliki kepastian hukum), sehingga perbedaan pendapat tersebut harus bisa diterima dengan penuh toleransi," tuturnya.
Pada aspek lain yang berkaitan dengan hubungan antarumat beragama, polemik tersebut juga dikhawatirkan dapat menimbulkan kesalahpahaman sehingga dapat mengganggu harmoni kerukunan hidup antarumat beragama.
"Mari kita membangun pemahaman yang baik dalam beragama (husnu tafahum), sehingga dapat melahirkan sikap dan perilaku hidup yang rukun, harmonis dan damai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara," pungkasnya.
(Angkasa Yudhistira)