Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

PPDB 2024, Ombudsman Temukan Diskriminasi hingga Dokumen Aspal di Sejumlah Provinsi

Widya Michella , Jurnalis-Jum'at, 05 Juli 2024 |13:26 WIB
 PPDB 2024, Ombudsman Temukan Diskriminasi hingga Dokumen Aspal di Sejumlah Provinsi
Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki (foto: MPI/Widya)
A
A
A

JAKARTA - Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais mengungkapkan, sejumlah temuan dalam Penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2024/2025.

Temuan sementara itu beragam mulai dari penambahan rombongan belajar, diskriminasi hingga penggunaan dokumen aspal (asli tapi palsu). Temuan itu beberapa terjadi di beberapa provinsi seperti Aceh, Riau, Sumsel, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Bali, NTB dan Maluku Utara.

"Ini adalah hal-hal yang memang cukup menonjol, apakah ada semua provinsi? Ada, tapi ini yang cukup menonjol karena yang lain masalah klasik temuannya," kata Indraza di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Jumat (5/7/2024).

Dia menceritakan, bahwa di Aceh terjadi penambahan rombongan belajar (rombel) di luar ketentuan dan penambahan jalur madrasah di kuar prosedur.

"Lalu di Riau ini ada diskriminasi dalam jalur perpindahan orang tua di mana hanya menerima ASN atau dari BUMN, padahal di situ ada juga BUMD, swasta, wiraswasta, itu tidak diterima," katanya.

Kemudian temuan itu juga terdapat di Sumsel, Palembang yang mana ada 911 siswa yang namanya harus dianulir dalam prosedur pada jalur prestasi. Hal ini dikarenakan banyak dari mereka menggunakan dokumen Aspal.

"Hasil temuan kami yANg kami sampaikan ke PJ Gubernur terkait dengan jalur prestasi tingkat SMA ada kurang lebih 911 siswa yg harus dianulir. Karena banyak yang menggunakan dokumen aspal (asli tapi palsu) di mana sertif-sertif itu dikeluarkan baik oleh dinas ataupun induk olahraga yang memang sengaja dibuat padahal tidak pernah ada prestasinya, tidak ada perlombaannya," kata dia.

"Belum lagi juga ada sedikit diskriminasi memasukan nilai tahfizh untuk SMA umum, itu menjadi diskriminasi karena belum tentu semua siswa itu adalah muslim," sambungnya.

Kemudian pelanggaran juga ditemukan di Jogja dimana terdapat manipulasi dokumen pada jalur zonasi. Terutama masih banyaknya yang dalam Kartu Keluarga (KK) dengan status family lain, lalu ada juga dugaan pemalsuan KK.

"Ini yang saya minta mungkin nanti berkoordinasi dengan rekan-rekan di KPK yang mengatakan bahwa PPDB ada gratifikasi ternyata ada gratfikasi di mana ada oknum di Jogja yang menggunakan dana CSR untuk membiayai sekolah yang dituju oleh anaknya. Ini kami temukan juga," ucapnya.

Lalu di Jateng terdapat jalur masuk di luar prosedur. Misalnya di Semarang menggunakan jalur tes dengan Si Cerdas PPDB Cerdas, di Magelang menggunakan tes berbasis komputer dengan kuota 40%, sedangkan 60% baru dibagi dengan empat jalur reguler.

Selain itu juga ada di Kabupaten Klaten terdapat SMP yang menjual bahan seragam. Serta adanya keterlambatan dan ketidakmampuan proses verifikasi akun pendaftaran.

"Di Jogja juga ditemukan jadi ada yang menggunakan surat pindah 3 tahun yang lalu, tapi sebetulnya anaknya sudah ikut di 3 tahun lalu, udah masuk di sekolah di kota itu. Ketika dia masuk kelas 1 SMP sudah ikut, ketika dia masuk SMA dia menggunakan jalur itu, ini yang memang sering dilakukan oleh banyak peserta," kata dia.

Lalu di Bali ada penyalahgunaan jalur afirmasi dan kurangnya sosialisasi. Serta adanya inisiasi dinas yang menambah daya tampung yaitu dengan menambah jumlah sekolah SMA.

"Namun ternyata secara fisik SMA nya belum ada jadi mereka menumpangkan dengan SMA-SMA lain. Itu menjadi protes bagi asosiasi SMA swasta, yang memang akhirnya diselesaikan baik oleh antara dinas maupun asosiasi sekolah swasta dan juga dimediasi oleh ombudsman ataupun BPMP di provinsi bali," katanya.

Kemudian untuk NTB juga ditemukan diskriminasi pada jalur prestasi bagi agama tertentu. "Di mana ada nilai yang seperti tadi saya bilang di palembang juga diberlakukan untuk nilai-nilai keagamaan, tapi hanya untuk muslim, yang nonis menginjil tidak dimasukan itu juga kami temukan," ucapnya.

Terakhir temuan terjadi di maluku utara yakni penambahan rombel dengan mengalihfungsikan ruang laboratorium. Dimana berdampak pada proses belajar mengajar kini tak mempunyai lab.

"Padahal dalam keputusan sekjen bahwa penambahan rombel itu hanya boleh dalam kondisi khusus misalnya sudah tidak ada lagi sekolah di daerah tersebut. Jadi enggak ada sekolah swasta, nah ini boleh, tapi banyak beberapa daerah melakukan penambahan rombel di luar aturan yang sudah ditetapkan," pungkasnya.

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement