Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Perjanjian Roem-Roijen Mengusik Pikiran Jenderal Soedirman

Arief Setyadi , Jurnalis-Rabu, 10 Juli 2024 |06:05 WIB
Perjanjian Roem-Roijen Mengusik Pikiran Jenderal Soedirman
Jenderal Soedirman (Foto: Ist)
A
A
A

Apalagi, ini bukan pertama kalinya Soedirman harus mengikuti kebijakan pemerintah yang lebih mengutamakan diplomasi dengan Belanda. Sebelumnya, ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948 dan menyerbu Yogyakarta, Presiden Soekarno menolak ajakan Sudirman untuk bergabung dalam perang gerilya dan memilih untuk tetap tinggal di Yogyakarta demi berunding dengan Belanda.

Dalam biografi "Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia," Soekarno mengungkapkan alasannya kepada Sudirman: "Dirman, engkau seorang prajurit. Tempatmu di medan perang bersama pasukanmu. Tempatmu bukan pelarianku. Aku harus tinggal di sini dan mungkin bisa berunding untuk kita serta memimpin rakyat kita," kata Bung Karno dalam biografinya karya Cindy Adams.

Pertemuan terakhir antara Soedirman dan Soekarno pada tahun 1948 baru terulang lagi pada 10 Juli 1949, setelah Yogyakarta dikembalikan kepada Republik Indonesia. Awalnya, Sudirman ragu untuk memenuhi panggilan Soekarno, tetapi akhirnya setuju setelah menerima surat yang diantarkan oleh Letkol Soeharto.

Dengan rekomendasi Kolonel Tahi Bonar Simatupang, Soedirman bertemu dengan Soekarno sebelum melakukan inspeksi terhadap barisan tentaranya di alun-alun Keraton Yogyakarta.

Pertemuan tersebut sangat emosional, di mana Soekarno menyambut Sudirman dengan pelukan hangat meskipun Soedirman tampak lusuh dengan mantel perangnya.

Setelah pertemuan ini, Soekarno dan Mohammad Hatta terharu melihat keteguhan Sudirman yang terus berjuang melawan Belanda meskipun diserang penyakit TBC.

(Arief Setyadi )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement