DEN HAAG - Mahkamah Internasional memerintahkan Israel untuk segera meninggalkan pendudukannya di wilayah Palestina. Meski tidak berdampak banyak, putusan Mahkamah Internasional tersebut men-delegitimasi posisi Israel yang terus menguasai wilayah Palestine.
Awalnya, Israel sebenarnya tidak mendapatkan dukungan secara kuat terkait pendudukan yang dilakukan di beberapa wilayah. Sebelum akhirnya tindakan mereka didukung Amerika Serikat saat kepemimpinan Donald Trump. Langkah AS itu menjadi legitimasi dari tindakan Israel yang sedikit demi sedikit melakukan pendudukan di wilayah wilayah yang awalnya menjadi milik Palestina.
Berikut, gambaran tindakan invasi Israel yang sedikit demi sedikit mencaplok Palestina dikutip dari Aljazeera.
Deklarasi Balfour, Inggris Ambil Alih Kekuasan Ottoman
Masalah Israel-Palestina sudah ada sejak hampir satu abad lalu ketika Inggris, selama Perang Dunia I, berjanji untuk mendirikan negara bagi orang-orang Yahudi di Palestina berdasarkan Deklarasi Balfour . Pasukan Inggris mengambil alih wilayah tersebut dari Kekaisaran Ottoman pada akhir Oktober 1917. Dengan warna hijau sebagai awal milik Palestina (Arab)
Migrasi besar-besaran kaum Yahudi ke Palestina dimulai, yang dipercepat oleh orang-orang Yahudi yang melarikan diri dari Nazisme di Eropa. Antara tahun 1918 dan 1947, populasi Yahudi di Palestina meningkat dari 6 persen menjadi 33 persen. Warga Palestina merasa khawatir dengan perubahan demografi dan ketegangan meningkat, yang menyebabkan pemberontakan Palestina tahun 1936 hingga 1939.
Rencana Pembagian PBB, Palestina 45%, Yahudi 55%
Ketika kekerasan melanda Palestina, masalah tersebut dirujuk ke Perserikatan Bangsa-Bangsa yang baru dibentuk. Pada tahun 1947, PBB mengadopsi Resolusi 181, yang menyerukan pembagian Palestina menjadi negara-negara Arab dan Yahudi, dengan menyerahkan sekitar 55 persen tanah kepada orang-orang Yahudi. Orang-orang Arab diberi 45 persen tanah, sementara Yerusalem dinyatakan sebagai wilayah internasional yang terpisah.