PERJUANGAN Pangeran Diponegoro memberikan perlawanan ke Belanda diwarnai pengkhianatan pejabat. Tak hanya itu kematian satu panglima perang kian memberatkan perjuangan sang pangeran dalam 15 bulan terakhir di masa Perang Jawa.
Konon di saat Pangeran Diponegoro menyusun strategi untuk melawan Belanda sambil melarikan diri dari kejarannya, warga di daerah kekuasaan Pangeran Diponegoro berbalik melawan pejabat-pejabat culas pendukung Diponegoro dan menghabisi mereka, karena begitu besar hasrat penduduk akan perdamaian. Kebijakan para komandan benteng Belanda barangkali juga ikut berpengaruh di sini.
Mereka berhasil merebut hati penduduk setempat dengan menjanjikan pemberian bajak gratis, hewan penghela, dan benih gratis, jika mereka mau pindah ke wilayah Belanda. Kebijakan Belanda dalam menurunkan pajak, mengurangi kewajiban kerja bakti, dan menaikan upah buruh harian di sekitar benteng, untuk mendorong para petani dan keluarga mereka tetap betah tinggal di dekat benteng itu.
"Alhasil di September 1820, di tahun keempat perang perlawanan terorganisasi terhadap Belanda di daerah-daerah subur pangan di Jawa tengah bagian selatan berakhir sudah," demikian dikutip dari buku "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro : 1785 - 1825".