TEHERAN - Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh terbunuh saat berada di Iran. Salah satu orang penting dalam perjuangan Hamas ini meninggal dalam salah satu serangan yang belum diketahui siapa penanggung jawabnya.
Menjadi figur salah satu simbol perjuangan Hamas, Ismail Haniyeh justru tidak tinggal di Gaza, Palestina. Melansir New York Post, tiga pemimpin utama kelompok Hamas, termasuk Ismail Haniyah memiliki kekayaan dengan total mencapai USD11 miliar atau setara dengan Rp172,5 triliun.
Dikutip The Arab Weekly, Ismail Haniyeh, pernah berjanji hidup sederhana setelah memenangkan pemilu Palestina 2006 dengan menekankan perjuangan bersenjata dan penghematan. Namun sejak itulah, Haniyeh dan beberapa pemimpin Hamas lainnya meninggalkan Gaza dan hidup mewah di Turki dan Qatar.
Dengan pemilu baru di depan mata, Hamas berjuang untuk mempertahankan prinsip-prinsipnya tanpa mengorbankan kenyamanan materi. Kebijakan pemilu yang direncanakan oleh Presiden Mahmoud Abbas masih tidak pasti, tergantung pada kesepakatan antara Fatah dan Hamas untuk menyatukan Palestina yang terpecah belah.
Menurut Defense of Democraties, tepat pada Rabu (10/01/2024), Pasukan Israel menggerebek rumah peristirahatan mewah wakil panglima militer Hamas di Gaza. Diketahui properti Bureij milik Marwan Issa, terdapat perabotan dengan harga tinggi, halaman luas yang terawat, gazebo, taman, dan kolam renang besar.
Seorang juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Avichay Adraee, telah mengunggah bukti foto dan video properti milik Issa di X. Unggahan tersebut menjadi bukti perbedaan kehidupan yang mencolok antara penduduk Gaza dengan pemimpin Hamas.
Dalam bahasa Arab, Adraee mengatakan bahwa ada bukti yang menunjukkan terputusnya hubungan antara kepemimpinan Hamas, termasuk para pemimpin sayap militer, hidup dalam kemewahan dan menikmati kekayaan besar, dengan mayoritas penduduk Gaza yang membutuhkan bantuan internasional.
Para pemimpin juga menikmati fasilitas mewah di Emirat Qatar. Sudah sejak lama, Emirat menyambut dan menerima para pemimpin Hamas, bahkan menempatkannya di hotel dan vila mewah.
Ismail Abdel Salam Haniyeh, yang akrab dipanggil Abu Al-Abd, lahir di kamp pengungsi Palestina. Dia adalah kepala biro politik gerakan Hamas dan perdana menteri pemerintahan Palestina yang kesepuluh. Ia menjabat sebagai perdana menteri Palestina sejak 2006.
Israel memenjarakan Haniyeh pada 1989 selama tiga tahun. Setelah itu dia diasingkan ke Marj al-Zuhur – tanah tak bertuan antara Israel dan Lebanon – bersama sejumlah pemimpin Hamas, di mana ia menghabiskan setahun penuh hidup dalam kondisi genting pada 1992.
Setelah masa pengasingan, Haniyeh kembali ke Gaza. Pada 1997 dia diangkat menjadi kepala kantor Sheikh Ahmed Yassin, pemimpin spiritual gerakan Hamas, yang memperkuat posisinya.
Pada 16 Februari 2006, Hamas mencalonkannya sebagai perdana menteri Palestina, dan dia diangkat untuk duduk pada posisi itu empat hari setelahnya.
Satu tahun kemudian, Haniyeh diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden Otoritas Nasional Palestina, Mahmoud Abbas. Pencopotan ini terjadi usai Brigade Izz al-Din al-Qassam menguasai Jalur Gaza, mengusir perwakilan gerakan Fatah pimpinan Abbas dalam kekerasan berdurasi satu pekan yang memakan banyak korban jiwa.
(Maruf El Rumi)