JAKARTA - Taman Nasional Lore Lindu membentang seluas 218 ribu hektar. Taman nasional ini sebagai habitat mamalia asli terbesar di Sulawesi. Anoa, babi rusa, rusa, binatang hantu (tangkasi), kera tonkea yang adalah kuskus marsupial dan binatang pemakan daging terbesar di Sulawesi, musang Sulawesi hidup di taman nasional ini.
Lore Lindu juga memiliki paling sedikit 5 (lima) jenis bajing dan 31 dari 38 jenis tikusnya termasuk jenis endemik. Sedikitnya, terdapat pula 55 jenis kelelawar dan lebih dari 230 jenis burung, termasuk maleo, 2 (dua) jenis enggang Sulawesi, yaitu julang Sulawesi dan kengkareng Sulawesi.
Burung Enggang Benbuncak atau juga disebut Rangkong atau burung allo pun menjadi penghuni Lore Lindu. Ribuan serangga aneh dan cantik dapat dilihat di sekitar taman ini, seperti kupu-kupu berwarna mencolok yang terbang di sekitar taman maupun sepanjang jalan setapak dan aliran sungai.
Hidup di Sekitar Lore Lindu
Di pinggir Lore Lindu, sekitar 5 (lima) jam perjalanan dari pusat kota Kabupaten Poso, terdapat Desa Dongi-Dongi yang baru berkembang sejak tahun 2000. Masih berstatus sebagai desa persiapan, Dongi-Dongi menggambarkan wujud kerukunan nusantara dalam balutan kearifan lokal.
Menjadi gerbang Poso ke Kota Palu via Kabupaten Sigi, Dongi-Dongi menjadi jalur yang dilewati para pedagang sayur, hingga penambang ilegal. Poso dan Dongi-Dongi memang dikaruniai ranah subur serta cuaca sejuk yang menjadikannya sebagai salah satu lumbung buah dan sayur nasional, bahkan diproyeksikan menjadi tulang punggung IKN Nusantara.
Tanah Poso pun ternyata dikaruniai kandungan emas yang karena lokasinya di dalam hutan lindung, justru mengundang para penambang ilegal saat masyarakat lebih memilih mempertahankan lestarinya alam.
Menjadi tujuan ke-9 Bakti Nusantara, masyarakat Dongi-Dongi sangat antusias mendapatkan bantuan pembangunan Puskesmas Pembantu Plus oleh Yayasan Tunas Bakti Nusantara. Keberadaan puskesmas ini melengkapi poliklinik desa dan sekolah satu atap sebagai fasilitas peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Kedatangan relawan Yayasan Tunas Bakti Nusantara yang berasal dari seluruh penjuru Indonesia menjadi pengalaman baru bagi warga masyarakat, khususnya anak-anak. Banyak di antara mereka yang belum pernah berinteraksi dengan warga di luar Poso. Mengetahui bahwa Indonesia benar-benar beragam, memberikan anak-anak dan remaja inspirasi tersendiri.
Berinteraksi Sebagai Sebuah Keluarga
Dalam perbincangan bersama warga, para relawan justru dianggap sebagai bapak dan para warga, bahkan tetua adat, adalah anak; sebagai gambaran bagaimana masyarakat sangat menghargai kehadiran dan bantuan yang diterima.
Sikap masyarakat yang sangat rendah hati mau menerima para relawan dan bertukar pikiran, serta langsung menganggap relawan sebagai keluarga; merupakan wujud kearifan lokal yang banyak relawan belum pernah menemuinya. Di sinilah para relawan banyak belajar tentang kearifan lokal masyarakat, adat, budaya, bahkan kebiasaan yang tidak ditemui di kota-kota besar.
Maka kalau banyak yang bertanya, bahkan meragukan, apakah Indonesia ini benar-benar bisa hidup rukun sebagai sebuah keluarga; mereka harus datang ke Dongi-Dongi di lereng Lore Lindu.
(Fahmi Firdaus )