JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Tentang Pilkada hanya dilakukan terhadap poin-poin atau isu yang masih relevan dengan situasi saat ini. Termasuk di antaranya terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas pencalonan kepala daerah.
Tito menyampaikan bahwa revisi ini sebenarnya sudah lama diagendakan atas usul inisiatif DPR RI. Saat itu, pemerintah telah melakukan daftar inventarisasi masalah (DIM) terhadap rencana Revisi UU Pilkada ini.
"Jadi cukup dibahas yang sesuai dengan konteks saat ini, dan termasuk mempertimbangkan poin-poin pada putusan Mahkamah Konstitusi sebagai masukan," kata Tito dalam rapat Kerja bersama Baleg DPR RI, di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Berkaitan dengan pembahasan ini, kata dia, pemerintah melihat bahwa ada sejumlah DIM yang mungkin tidak sesuai lagi dengan konteks saat ini. Sehingga, pemerintah mengusulkan poin-poin pembahasan yang sesuai dengan konteks relevan dengan situasi saat ini.
"Ada 496 DIM dan mengidentifikasi 42 pasal. Ada 12 pasal usulan pemerintah saat itu, dan ada 30 pasal usulan baru dari DPR RI," ujar Tito
Tito menyampaikan bahwa pada prinsipnya pemerintah siap dan sepakat untuk membahas revisi undang-undang pilkada yang ssuaai dengan konteks saat ini. Pemerintah, kata dia, juga tentu terbuka untuk memberikan masukan dalam pembahasan.
"Dan dari pemerintah juga sepakat, setuju kalo ditindaklanjuti kalau memang bapak ibu sepakat untuk membentuk Panja (panitia kerja) dari pemerintah siap bergabung dalam Panja tersebut. Termasuk tim sinkronisasi dan tim perumus, da dibahas di tahap selanjutnya," ucap Tito.
Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan untuk sebagian terhadap gugatan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024, yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora terkait syarat pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
"Satu, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan, Selasa 20 Agustus 2024.
Dua, menyatakan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indoneaia Tahun 2016 Nomor 130, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5859) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut.
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta jiwa) sampai dengan 6.000.000 (enam juta jiwa), partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut.
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.
(Puteranegara Batubara)