JAKARTA - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan penertiban terhadap pengamen menggunakan seni tradisional Betawi, ondel-ondel, hal itu dilakukan agar menjaga keluhuran budaya Betawi.
Kenneth mengatakan, sebagai budaya bangsa, ondel-ondel harus ditempatkan ke tempat yang baik. Pemprov DKI sebagai penanggung jawab tunggal dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah punya kewajiban melestarikan dan melindungi nilai sosial budaya masyarakatnya serta dapat membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya.
“Tetapi seiring berjalannya waktu terjadi pergeseran fungsi ondel-ondel yang digunakan untuk mencari uang dengan mengamen," kata Kenneth dalam keterangannya, Sabtu (31/8/2024).
Saat ini, sambung pria yang akrab disapa Bang Kent itu, penggunaan ondel-ondel sebagai alat untuk mengamen menjadi masalah tersendiri karena ondel-ondel sebagai budaya ditujukan bukan untuk seperti yang saat ini sering ditemukan di jalan-jalan. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 11 Perda Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi.
Salah satu ayatnya berbunyi, "Memanfaatkan ruang publik, hotel, tempat perbelanjaan, kantor pemerintahan, gedung kesenian, gedung sekolah dan media massa sebagai upaya pelestarian kesenian Betawi”.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 2017 Fungsi Penggunaan dan Penempatan Ondel-Ondel:
1. Sebagai pelengkap berbagai upacara adat tradisional masyarakat Betawi.
2. Sebagai dekorasi pada acara seremonial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, festival, pentas artis asing, pameran, pusat perbelanjaan, Industri Pariwisata, gedung pertemuan dan area publik yang memungkinkan dari aspek estetika dan keselamatan umum.
3. Penempatan di sisi kanan kiri pintu masuk, di lobby sebagai pelengkap photo (photo wall), di panggung pementasan atau dalam bentuk visual di LED/Videotron, atau di tempat lain sesuai estetika
"Pemerintah Daerah sebagai pihak pemilik budaya tradisional memiliki kewajiban dalam rangka pemeliharaan dan pengelolaan budaya tersebut, antara lain kewajiban untuk melakukan inventarisasi budaya, menjaga dan memelihara budaya dari segala bentuk pelanggaran maupun pemanfaatan budaya tradisional tanpa hak yang sah," sambungnya.
Selain itu, kata Kent, Pemerintah Daerah DKI Jakarta juga harus peduli terhadap sanggar-sanggar tradisional Betawi sehingga dapat terjalin kerjasama yang aktif dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata DKI Jakarta serta mal-mal yang ada di Jakarta untuk menggelar pertunjukan ondel-ondel sebagai wujud kepedulian, dan tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta dalam menangani permasalahan pengamen ondel-ondel sekaligus pelestarian ondel-ondel di Jakarta.
"Pada prinsipnya kesenian ondel-ondel ini sudah harus mulai dilakukan pembinaan, mulai dari sanggar-sanggar Betawi. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata DKI Jakarta harus jeli dan sensitif, harus lebih serius dalam memikirkan budaya Jakarta, pelestarian budaya Betawi harus benar-benar jadi perhatian, sebagai contoh seperti di Bali. Seharusnya, ondel-ondel harus wajib dipajang disetiap gedung perkantoran dan mal, agar warga Jakarta tidak akan lupa dengan kesenian ondel-ondel ini," tegas Kent.
Menurut Kent, Pemprov DKI harus rutin membuat kegiatan pagelaran kebudayaan Betawi sebagai perwujudan Jakarta menjadi Kota Kolaborasi di mana pemerintah, swasta, dan sanggar ondel-ondel bersama-sama melestarikan kebudayaan yang ada di Jakarta.