Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Yusril: Sistem Hukum Kita Masih Memiliki Warisan dari Hukum Kolonial

Arief Setyadi , Jurnalis-Selasa, 29 Oktober 2024 |14:04 WIB
Yusril: Sistem Hukum Kita Masih Memiliki Warisan dari Hukum Kolonial
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra (Foto: Dok Okezone)
A
A
A

JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, sistem hukum di Indonesia memiliki pengaruh kuat dari sistem hukum Belanda. Namun, berhasil ditransformasi sehingga hukum di Indonesia bisa sesuai dengan norma yang ada di Tanah Air.

“Meskipun sistem hukum kita masih memiliki warisan dari hukum kolonial, kita telah berhasil melakukan transformasi. Sehingga hukum kita dapat lebih mencerminkan nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakat,” kata Yusril, dalam keterangannnya, dikutip Selasa (29/10/2024).

Yusril mengungkapkan hal tersebut dalam peringatan tonggak sejarah Sidang Perayaan Akbar Dies Natalis ke-100 di Balai Sidang Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Depok, Senin 28 Oktober 2024.

Dikatakan Yusril, bahwa keberadaan FHUI memiliki peran penting dalam mengupayakan transformasi hukum yang lebih sesuai dengan norma dan falsafah Indonesia. Ia mengapresiasi atas kontribusi luar biasa sejak pendiriannya pada 28 Oktober 1924. 

“Tepat 100 tahun lalu, pendidikan hukum pertama di Indonesia dibuka di Batavia, yang kemudian melahirkan generasi elite baru di bidang hukum. FHUI telah mencetak bukan hanya ilmuwan dan praktisi hukum, tetapi juga tokoh-tokoh nasional yang berperan dalam perjuangan kemerdekaan, seperti Prof. Soepomo dan Mr. Muhammad Yamin, yang menjadi Menteri Kehakiman pertama,” imbuhnya.

Seabad pendidikan hukum yang telah dilalui, kata Yusril, bukan sekadar perjalanan waktu, melainkan cerminan komitmen yang terus diperkuat dalam melahirkan tokoh-tokoh hukum berintegritas dan berjiwa nasionalis. 

“Di tengah perbedaan perspektif yang ada, selalu ada titik temu yang menyatukan kami, yaitu komitmen yang teguh untuk mempertahankan dan memajukan Republik Indonesia,” ujarnya.

Sementara Hakim Konstitusi Arsul Sani, mengatakan, peringatan 100 tahun ini menjadi momen reflektif untuk melihat kembali pencapaian dan tantangan yang akan dihadapi pendidikan hukum di masa depan. Sebab, tidak dapat dipungkiri bahwa perjalanan pendidikan hukum selama seabad ini telah memberikan kontribusi besar bagi praktik hukum dan ketatanegaraan. 

 

“Namun, masih ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan, salah satunya adalah memperbesar ruang bagi hukum progresif,” ujar Arsul yang hadir mewakili Mahkamah Konstitusi (MK).

Pendidikan hukum yang mampu menghasilkan lulusan yang tidak hanya ahli secara teknis, tetapi juga memiliki sensitivitas sosial, kata Arsul, merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Ia berharap, pendidikan hukum di Indonesia, dapat terus berkembang untuk menempatkan hukum sebagai alat yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan tidak hanya bergantung pada legalisme formal.

“Kita perlu kembali ke prinsip bahwa hukum seharusnya melayani manusia, bukan sebaliknya. Dalam praktiknya, hukum yang progresif mengedepankan rasa keadilan masyarakat dan tidak semata-mata berkutat pada formalitas administratif,” ujarnya.

Sementara itu, Dies Natalis ke-100 ini bukan sekadar perayaan, kata Dekan FHUI, Parulian Paidi Aritonang, usia seabad ini merupakan pencapaian besar yang menunjukkan dedikasi untuk terus mencetak pemimpin hukum yang berintegritas.

“Mari kita jadikan momen 100 tahun ini sebagai pijakan untuk terus mengembangkan pendidikan hukum yang tidak hanya berfokus pada teori, tetapi juga praktik yang mendalam dan berlandaskan pada keadilan yang sesungguhnya,” katanya.
 

(Arief Setyadi )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement