BELANDA terus melakukan serangan dan upaya menaklukkan Minahasa. Intimidasi terhadap walak-walak atau pemimpin kelompok yang bermukim di luar wilayah Tondano, memberikan hasil yang diinginkan. Jalur-jalur distribusi kebutuhan pokok untuk walak-walak dan warga yang berjuang di Minawanua mulai terganggu.
Hubungan perdagangan Minahasa dengan Inggris melalui Kema diketahui oleh Belanda. Kapten Don Escarilla, nahoda kapal berbendera Inggris yang dikenal sebagai pemasok kebutuhan persenjataan perlawanan, disergap beserta kapalnya di perairan Teluk Manado.
Selain itu, penyediaan kebutuhan pangan yang bersumber dari kawasan sebelah timur Danau Tondano dan wilayah selatan Minahasa juga berada di bawah penguasaan Belanda sehingga penyalurannya tersendat-sendat. Salah satu dampaknya adalah banyak penduduk di wilayah perlawanan yang dianjurkan untuk mengungsi ke daerah yang cukup pangan.
Serangan Belanda
Komandan perang pasukan Belanda Martinus Balfour menyiapkan pasukan untuk merebut jantung pertahanan lawan. Ia mengangkat Kapten Weintree yang berpengalaman tempur di Halmahera sebagai pucuk pimpinan pasukan Belanda.
Ia tidak mengadakan serangan langsung ke Minawanua seperti halnya Prediger, sebagaimana dikutip dari buku "Sejarah Nasional Indonesia IV : Kemunculan Penjajahan di Indonesia". Tetapi strateginya yakni mengadakan teror dan operasi militer di sekitar Danau Tondano.
Sementara itu, Kapten Weintree tetap melancarkan tekanan dan teror terhadap walak-walak yang masih membangkang. Letnan Herder meningkatkan patroli di danau untuk memutuskan hubungan pertahanan musuh dengan Minahasa Selatan.
Taktik itu ternyata benar-benar membuat pasukan Minahasa kesulitan. Tapi perlawanan masih dilakukan oleh jajaran pejuang Minahasa, yang dikoordinir oleh para walak. Salah satu strategi yang digunakan yakni menyergap dan menghilang, menjadi andalan pasukan Minahasa.