JAKARTA - Tak sedikit suku di Indonesia yang hidup di atas laut. Mereka menggantungkan hidup, bahkan tinggal di atas wilayah perairan. Salah satunya Suku Bajo. Suku yang mayoritas berada di wilayah pesisir Kalimantan dan Sulawesi tersebut terkenal dengan kehidupan di laut, mereka andal memancing, menyelam, hingga mengembara.
Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang kala itu dipimpin Sofyan Djalil pernah menyerahkan HGB kepada Suku Bajo pada 2022, silam. Setahun kemudian, Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto menyerahkan HGB kepada Suku Bajo yang menghuni Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Kepemilikan HGB (Hak Guna Bangunan) di perairan pesisir tersebut dianggap hal yang lumrah. Guru Besar Hukum Agraria Universitas Gadjah Mada (UGM), Maria Suwardjono menyebut hal tersebut telah diatur dalam Undang-undang No 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UU PA).
"Jadi kalau sekarang kita mempertanyakan hak atas tanah di wilayah perairan pesisir, itu sebetulnya sudah lama sekali. Dalam Pasal 1 UU PA sudah membuka peluang itu," kata Maria dikutip Jumat (6/2/2025).
Sejumlah suku di Indonesia, kata dia, banyak yang membangun rumah di lahan di atas perairan di pesisisr. Salah satunya Suku Bajo yang bermukim secara terapung di Teluk Tomini, Sulawesi Tengah (Sulteng).
"Ingat semboyan nenek moyangku adalah pelaut. Banyak sekali suku-suku asli yang rumahnya terapung. Termasuk Suku Laut dan Suku Barok di Kepulauan Riau. Atau HGB untuk suku Kampung Laut yang hidup di perairan Batam. Mereka punya hak atas lahan yang ditempatinya. Jadi, hak lahan di perairan pesisir itu memang bukan hal baru," terang Prof Maria.