JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto menyampaikan dukungannya atas usulan agar aktivis buruh Marsinah menjadi pahlawan nasional. Hal itu disampaikan Prabowo saat menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di Monas, Jakarta Pusat.
Mulanya, ia menceritakan dicurhati oleh pimpinan organisasi buruh tentang tak adanya pahlawan nasional dari kaum buruh. Mendengar itu, Prabowo langsung meminta saran tokoh yang hendak diusulkan oleh masyarakat buruh.
"Saudara-saudara sekalian, saya juga atas usul dari pimpinan tokoh-tokoh masyarakat buruh, mereka sampaikan ke saya 'Pak kenapa sih pahlawan nasional nggak ada dari kaum buruh?'," kata Prabowo di peringatan Hari Buruh Internasional, Monas, Jakarta Pusat, Kamis (1/5/2025).
Kemudian, Prabowo kemudian mempertanyakan siapa sosok yang disarankan oleh pimpinan hingga tokoh buruh untuk dijadikan pahlawan nasional.
Di situ nama Marsinah langsung diusulkan oleh para pimpinan organisasi buruh. Prabowo menyatakan mendukung usulan agar Marsinah menjadi pahlawan nasional.
"Mereka sampaikan 'pak, bagaimana kalau Marsinah Pak?' Marsinah jadi pahlawan nasional, asal seluruh pimpinan buruh mewakili kaum buruh saya akan mendukung Marsinah akan menjadi pahlawan nasional," ujar Prabowo.
Marsinah, wanita kelahiran 10 April 1969 merupakan sosok pahlawan buruh yang namanya masih diingat hingga saat ini. Marsinah menjadi ikon perjuangan kaum buruh melawan penindasan.
Fotonya kerap digadang-gadang oleh para buruh saat sedang melakukan demonstrasi. Semasa hidup, Marsinah dikenal vokal menyuarakan hak-hak kaum buruh.
Perjuangan Marsinah terpaksa terhenti setelah diculik, disiksa dan diperkosa secara brutal. Jenazah Marsinah ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sebuah gubuk di daerah Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Marsinah ditemukan 200 km dari tempatnya bekerja, pada 9 Mei 1993 setelah menghilang tiga hari.
Pembunuhan Marsinah ini menjadi salah satu kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang pernah terjadi di Indonesia dan menarik perhatian dunia.
Marsinah seorang aktivis dan buruh pabrik pada era Orde Baru dan bekerja di PT Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Kasus ini menjadi catatan Organisasi Buruh Internasional (ILO) dikenal sebagai kasus 1773.
Melansir wikipedia, Marsinah kerap terlibat dalam aksi unjuk rasa, antara lain terlibat dalam rapat membahas rencana unjuk rasa 2 Mei 1993 di Tanggulangin, Sidoarjo. Kemudian, pada 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja.
Pada 4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, salah satunya soal kenaikan upah pokok dari Rp1.700 per hari menjadi Rp2.250 per hari. Sementara tunjangan tetap Rp550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima.
Marsinah masih aktif hingga 5 Mei 1993 dalam kegiatan unjuk rasa dan sejumlah perundingan. Bahkan, ia turut menjadi perwakilan karyawan saat perundingan dengan pihak perusahaan.
Namun, 13 buruh lainnya digiring ke Komando Distrik Militer 0816/Sidoarjo lantaran dianggap menghasut unjuk rasa. Mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja.
Marsinah sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap. Keberadaan tak diketahui, hingga akhirnya ditemukan meninggal dunia.
(Arief Setyadi )