JAKARTA - Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat menjelaskan, kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terjadi sepanjang masa jabatan tiga menteri yang berbeda. Praktik rasuah yang terbongkar pada periode 2020-2024 di kementerian yang sekarang bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) itu.
“Periodisasi pelaksanaan PDNS ini dalam periode tiga orang menteri. Menteri pertama itu terkait perencanaannya, menteri kedua terkait pelaksanaan dari 2020 sampai dengan 2023, dan menteri ketiga perencanaan 2024. Menteri pertama RA (Rudiantara), Menteri kedua JG (Johnny G Plate), Menteri Ketiga BA (Budi Arie Setiadi),” kata Kepala Kejari Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, Kamis (22/5/2025).
Rudiantara menjabat Menteri Kominfo periode 2014-2019, kemudian Johnny G. Plate periode 2019-2023 dan Budi Arie menjadi Menteri Kominfo periode 2023-2024. Safrianto menuturkan, penyidik masih mendalami ada atau tidaknya keterlibatan langsung dari ketiga menteri tersebut.
“Terhadap ketiga nama tersebut, sejauh ini penyidik masih mendalami fakta dan menunggu perkembangan fakta-fakta berikutnya dari keterangan-keterangan saksi apakah ada keterlibatannya atau tidak, atau hanya kebetulan pas di tahun yang bersangkutan menjabat sebagai menteri,” ujar dia.
Kejari Jakarta Pusat telah menetapkan lima tersangka kasus dugaan korupsi PDNS Kominfo periode 2020-2024. Kelima tersangka itu yakni, Semuel Abrizani Pangerapan (SAP) Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika periode 2016-2024; Bambang Dwi Anggono (BDA), selaku Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah Pada Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kemenkominfo periode 2019-2023.
“Berikutnya, tersangka ketiga saudara Nova Zanda atau NZ, selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang atau jasa dan Pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) pada Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020 sampai dengan 2024," ungkapnya.
Safrianto menuturkan, tersangka keempat, yakni Alfi Asman (AA) selaku Direktur Bisnis PT Aplika Nusa Lintas Arta periode 2014-2023 serta tersangka kelima, Pini Panggar Agusti (PPA) selaku Account Manager PT Dokotel Teknologi 2017-2021.
Kominfo melakukan pengadaan barang/jasa dan pengelolaan PDNS dengan pagu anggaran Rp958 miliar pada 2020-2024. Dalam proses lelang, Kejari Jakpus melihat ada oknum pejabat Kominfo yang sengaja memenangkan tender salah satu perusahaan.
"Dalam pelaksanaannya tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT AL dengan nilai kontrak Rp60.378.450.000," ujar Kasi Intel Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting.
"Kemudian, pada tahun 2021 kembali perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp102.671.346.360," tambahnya.
Lalu, pada 2022, perusahaan yang sama terpilih sebagai pelaksana kegiatan tersebut dengan nilai kontrak Rp188.900.000.000. "Di tahun 2023 dan 2024 kembali perusahaan yang sama memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak tahun 2023 senilai Rp350.959.942.158 dan tahun 2024 senilai Rp256.575.442.952," ucapnya.
Bani menjelaskan, perusahaan pemenang tender itu bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301. Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware.
"Meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp959.485.181.470, tetapi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang hanya mewajibkan pemerintah untuk membangun Pusat Data Nasional (PDN) dan bukan PDNS serta tidak dilindunginya keseluruhan data sesuai dengan BSSN," ujarnya.
(Arief Setyadi )