JAKARTA — Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani mengkritik kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menghapus pekerjaan rumah (PR) bagi siswa. Pemberian PR merupakan bagian dari strategi pembelajaran yang menjadi kewenangan guru, bukan kepala daerah.
“Guru adalah pihak yang paling memahami kebutuhan dan karakteristik siswanya. Karena itu, keputusan memberikan PR atau tidak seharusnya diserahkan kepada guru, bukan dibatasi secara sepihak oleh kepala daerah,” ujar Lalu dalam keterangan tertulis, Kamis (12/6/2025).
Legislator PKB itu mengingatkan, pendidikan bersifat kontekstual, dan strategi belajar seperti PR bisa jadi relevan untuk sebagian siswa dalam menguatkan pemahaman materi. Ia mengatakan, tak semua siswa punya kondisi belajar yang sama di rumah.
“Tidak semua siswa punya kondisi belajar yang sama di rumah. Ada yang butuh penguatan lewat PR, ada juga yang tidak. Di sinilah pentingnya diskresi guru dalam menentukan metode belajar yang paling sesuai,” tegasnya.
Lalu Hadrian memahami bahwa semangat untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan memang baik, namun jangan sampai mengabaikan prinsip-prinsip pedagogi dan profesionalitas guru.
“Kami di Komisi X mendukung inovasi dalam dunia pendidikan, tapi inovasi itu harus tetap berpijak pada keilmuan dan masukan para praktisi pendidikan. Jangan sampai kebijakan populis justru mengebiri otonomi profesional guru,” ucap Lalu.
Lalu juga mendorong pemerintah pusat, khususnya Kemendikdasmen untuk memberikan pedoman yang lebih jelas soal batasan kewenangan kepala daerah dalam membuat kebijakan pendidikan di daerah.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat tengah mempersiapkan sejumlah kebijakan baru dalam menyambut tahun ajaran 2025/2026. Salah satu langkah yang cukup menyita perhatian adalah rencana penghapusan pekerjaan rumah (PR) bagi seluruh pelajar dari jenjang PAUD hingga SMA sederajat.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menjelaskan bahwa kebijakan ini selaras dengan penerapan pembatasan aktivitas malam bagi pelajar. Melalui aturan baru, siswa tidak diperkenankan melakukan aktivitas di luar rumah setelah pukul 21.00 WIB, kecuali dengan pendampingan orang tua dan alasan mendesak.
“Karena anak-anak tidak boleh keluar rumah lewat jam sembilan malam tanpa keperluan penting dan izin orang tua, maka Pemprov Jabar berencana menghapus PR dari sekolah,” ujar Dedi melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, Rabu (4/6/2025).
Menurut Dedi, seluruh tugas dan aktivitas pembelajaran sebaiknya diselesaikan di sekolah. Tujuannya agar waktu di rumah bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat bagi perkembangan karakter dan kehidupan sosial anak.
“Biarkan di rumah mereka punya waktu untuk membaca buku, olahraga, bantu orang tua, beres-beres rumah, belajar masak, atau hal lain yang menunjang kemandirian,” jelasnya.
(Fetra Hariandja)