Padahal, jika merujuk pada ketentuan Pasal 16 Ayat (2) dan Ayat (4) Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024 dan Bab 2 huruf a angka 3 huruf b Keputusan KPU 1774 Nomor 2024, ketentuan pengumuman status hukum pada calon kepala daerah bersifat limitatif atau terbatas hanya untuk calon kepala daerah yang berstatus terpidana saja.
“Bahwa merujuk pada ketentuan a quo maka tidak dapat ditafsirkan lain selain hanya terpidana yang diumumkan di TPS dengan menempelkan pada papan pengumuman dan secara lisan disampaikan kepada pemilih. Sehingga tindakan para teradu dengan menerbitkan surat KPU a quo adalah tindakan yang membuat norma baru dari norma yang sudah ditentukan secara jelas dan limitatif pada Pasal 16 Ayat (2) dan Ayat (4) PKPU 17/2024 dan bab 2 huruf a angka 3 huruf b Keputusan KPU 1774/2024,” lanjut Ratna Dewi.
Untuk diketahui, selain Idham Holik, terdapat enam teradu lain dari KPU RI pada perkara 26-PKE-DKPP/I/2025, yaitu Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, August Mellaz, dan Iffa Rosita.
Keenam teradu tersebut dijatuhi sanksi peringatan oleh DKPP karena menyetujui usulan Idham Holik yang jelas melanggar ketentuan perundang-undangan. DKPP berpandangan, enam nama tersebut seharusnya dapat menolak usulan Idham Holik dan tidak memikirkan dampak hukum yang terjadi terhadap calon kepala daerah.
"Penjatuhan sanksi kepada teradu I, teradu II, teradu III, teradu IV, teradu VI, teradu VII oleh DKPP karena seharusnya teradu I, teradu II, teradu III, teradu IV, teradu VI, teradu VII, dapat menolak usulan teradu V karena usulan tersebut sudah jelas bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” ucap Ratna Dewi.
(Arief Setyadi )