JAKARTA - Tim Medis RSUP Prof IGNG Ngoerah, Denpasar, Bali selesai melakukan autopsi terhadap jenazah pendaki asal Brasil Juliana Marins alias JDSP (26). Pendaki berparas cantik itu meninggal dunia setelah terjatuh dari Puncak Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Salah satu Tim Dokter Forensik, Ida Bagus Putu Atit menyebutkan kondisi dari jasad korban memiliki banyak luka. Dari hasil autopsi didapati, korban mengalami luka parah akibat benturan keras pada beberapa bagian tubuhnya.
Luka itu mulai dari lecet hingga patah tulang bagian dalam akibat terperosok jatuh ke dalam jurang. "Kemudian, kita juga menemukan adanya patah tulang, terutama di daerah dada, bagian belakang, juga tulang punggung dan paha,” ujar dia.
Dampaknya, lanjut Ida Bagus, terjadi kerusakan organ dalam pada tubuh korban yang membuat pendarahan. Hal itu membuat kesimpulan sementara dari tim medis bahwa jasad korban akan meninggal segera setelah jatuh.
"Tidak ada bukti yang kita dapatkan bahwa korban ini meninggal dalam waktu yang lama dari lukanya. Di otak tidak ada hernia (tonjolan abnormal), kemudian juga spleen (limpa) tidak mengerut,” ungkapnya.
“Artinya masih menyimpan darah. Berarti disimpulkan tidak ditemukan adanya tanda-tanda orang ini meninggal dalam jangka waktu yang lama dari lukanya," imbuhnya.
Soal kemungkinan akibat hipotermia, dijelaskan Ida Bagus, hal itu tidak dilakukan pemeriksaan. Sebab, jasad korban yang telah lama meninggal, sehingga terkait hipotermia dipastikan bukan penyebab kematian.
“Kalau hipotermia kita periksa dari cairan bola mata. Karena sudah lama, jadi kita sudah tidak bisa periksa. Tetapi kalau kita lihat dari luka yang ada dan pendarahan yang banyak, itu jadi hipotermia kita singkiran, jadi penyebabnya benturan,” jelas dia.
Juliana Marins diketahui jatuh saat mendaki Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 21 Juni 2025. Korban berhasil dievakuasi Tim SAR Gabungan pada Rabu 25 Juni 2025. Evakuasi berhasil dilakukan dari ke dalam jurang lebih dari 600 meter oleh Tim SAR Gabungan.
(Arief Setyadi )