PRAPANCA, pendeta sekaligus pujangga di masa Kerajaan Majapahit memilih menyendiri di lereng gunung pada Desa Kamalasana. Desa itu dipilihnya karena dinilai cukup sepi serta mampu mengobati kesedihan hatinya.
Di sanalah ia mulai, konon, menggubah atau membuat Kakawin Nagarakretagama dalam setiap peristiwa yang dicatatnya. Sosoknya menjadi tokoh penting untuk mengetahui keberadaan Kerajaan Majapahit yang diketahui banyak orang hingga saat ini berkat kitabnya Kakawin Nagarakretagama.
Kakawin Nagarakretagama sendiri berisikan perjalanan sejarah Kerajaan Majapahit dan beberapa kerajaan yang sezaman dengannya. Namun, di balik sosok Prapanca ternyata juga terdapat beberapa karya sastra lainnya selain Nagarakretagama.
Slamet Muljana, dalam bukunya Tafsir Sejarah Nagarakretagama, menyebut dua buah kakawin Prapanca yang telah dimulai, yakni Tahun Saka dan Lambang, terpaksa dihentikan dan penggubahannya akan dilanjutkan setelah menyelesaikan Nagarakretagama.
Demikianlah kedua kakawin tersebut selesai sesudah tahun 1365, tahun penggubahan Nagarakretagama. Kakawin lainnya, Parwasagara, Bhismasaranantya, dan Sugataparwawarnnana, telah selesai sebelum tahun 1365. Namun, hingga sekarang, karya Prapanca yang dikenal luas hanyalah Nagarakretagama, yang menjadi satu-satunya karya Prapanca.
Karya Prapanca yang lainnya tersebut tidak diketahui apa isinya dan bagaimana wujudnya. Nama Prapanca selalu dihubungkan dengan Nagarakretagama. Ada beberapa naskah Jawa kuna di Museum Jakarta yang belum sempat diteliti. Barangkali di antara naskah-naskah itu terdapat karya pujangga Prapanca.
Pada 1365, penggubahan kakawin Sugataparwawarnnana telah selesai. Jadi, penggubahan kakawin tersebut dilakukan di dusun tempat tinggal sang pujangga, sebelum menjadi petapa di lereng gunung di Desa Kamalasana. Pupuh I/2, 3, mengungkap alasan kakawin itu ditulis oleh Prapanca, yakni karena mengalami kesedihan hati.
Akhirnya mengarang Kakawin Lambang, di mana pada Nagarakretagama Pupuh 94/3 juga memuat berita bahwa Prapanca pernah menggubah Sugataparwawarnnana. Jika Sugataparwawarnnana ini diartikan sebagai uraian tentang lakon Buddha, pastilah maksudnya cerita Buddha.
Kunjarakarna, dalam bentuk prosa maupun kakawin, adalah cerita yang banyak mengandung propaganda agama Buddha. Demikianlah, tidak mustahil bahwa yang dimaksud Prapanca dengan Sugataparwawarnnana adalah kakawin Kunjarakarna, namun tak ada bukti-bukti yang dapat memperkuat dugaan itu.
Begitulah secara singkat pendapat Prof. Purbatjaraka. Sementara itu, Kakawin Lambang dan Tahun Saka yang terhenti karena penggubahan Nagarakretagama masih akan diteruskan. Demikianlah Sugataparwawarnnana selesai sebelum tahun 1365, sedangkan Lambang dan Tahun Saka sesudah 1365. Perincian data itu penting untuk menentukan karya kakawin Prapanca yang belum ditemukan.
Satu kakawin lagi yang menjadi karya Prapanca adalah Niratha Prakreta. Prof. Dr. Purbatjaraka menerbitkan hasil penelitiannya terhadap kakawin Niratha Prakreta, lengkap dengan kata pengantar dan terjemahannya. Hasil dari penelitian itu menunjukkan bahwa Niratha Prakreta memang merupakan karya dari Prapanca.
(Arief Setyadi )