SRAGEN – Aksi vandalisme terhadap Bendera Merah Putih menghebohkan warga Sragen. Sang Saka ditemukan dalam kondisi tercoret-coret di lingkungan SDN 2 Gondang, memicu kecaman luas dari masyarakat.
Yang mengejutkan, pelaku vandalisme tersebut adalah tiga remaja di bawah umur. Ketiganya kini telah diamankan oleh pihak kepolisian untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
"Ketiganya adalah SAP (13), DPP (14), dan RM (15). Awalnya mereka hanya berniat membeli cat semprot Pylox untuk mengecat spion motor milik pacar salah satu dari mereka," ungkap Kapolres Sragen, AKBP Petrus Parningotan Silalahi, Selasa (22/7/2025).
Namun niat awal itu berubah menjadi tindakan kriminal. Mereka beralih ke SDN 2 Gondang dan mulai melakukan aksi vandalisme. SAP mencoret-coret dinding sekolah dengan kata-kata kotor, gambar tak senonoh, dan tulisan "GAZA".
RM, yang diduga menjadi otak dari aksi ini, menambahkan coretan provokatif seperti “ANTI GAZA”, “BOM”, dan simbol-simbol tak dikenal.
Puncak pelecehan terjadi ketika mereka menurunkan Bendera Merah Putih yang tengah berkibar di halaman sekolah. Atas arahan RM, SAP mencoret bendera tersebut dengan tulisan “GAZA14”, kemudian mengibarkannya kembali seolah tak terjadi apa-apa.
Polsek Gondang yang didukung Tim Resmob Satreskrim Polres Sragen segera melakukan penyelidikan. Pada Selasa (22/7/2025), ketiganya berhasil diamankan.
Barang bukti yang disita meliputi satu lembar bendera yang telah dicoret, satu kaleng cat semprot Pylox hitam, sepeda motor Yamaha NMAX, dan celana pelaku yang terkena cat.
Dari hasil pemeriksaan, terungkap peran masing-masing SAP (13): pelaku utama pencoretan bendera dan tembok, RM (15): otak aksi dan pelaku penurunan bendera, dan DPP (14): penyedia cat dan turut menyaksikan aksi tanpa mencegah.
AKBP Petrus menegaskan, meski pelaku masih anak-anak, tindakan tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap simbol negara.
"Ini bukan sekadar keisengan remaja. Ini adalah bentuk penodaan terhadap simbol negara," tegasnya.
Ketiga pelaku dijerat dengan Pasal 66 jo. Pasal 24 huruf a jo. Pasal 67 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, serta Pasal 154a KUHP tentang penodaan terhadap lambang negara.
Ancaman hukumannya tidak main-main: pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda hingga Rp500 juta. Saat ini, ketiganya berada dalam pengawasan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sragen serta mendapat pendampingan psikologis dan hukum.
Peristiwa ini memantik kemarahan publik. Banyak pihak mengecam keras aksi para remaja tersebut, menyebutnya sebagai bukti kelalaian dalam pembinaan karakter dan pendidikan kebangsaan.
“Bendera Merah Putih bukan sekadar kain. Ia simbol kehormatan dan pengorbanan. Merusaknya berarti mencederai jutaan jiwa pejuang yang gugur demi kemerdekaan,” ujar Kapolres.
Ia menekankan pentingnya pendidikan karakter sejak dini.
“Pengawasan terhadap anak tidak boleh kendor, apalagi di era digital saat ini. Orang tua, guru, dan masyarakat harus bahu-membahu menanamkan nilai-nilai kebangsaan,” tutupnya.
(Awaludin)