JAKARTA – Bareskrim Polri mengungkap cara licik para produsen beras oplosan yang membuat masyarakat rugi Rp99,35 triliun. Pelaku usaha merusak mutu dan kualitas bahan pokok masyarakat itu menggunakan alat canggih maupun manual.
"Menggunakan mesin produksi baik modern maupun tradisional, artinya dengan teknologi modern maupun manual, ini yang kita temukan," ujar Dir Tipideksus Bareskrim Polri sekaligus Ketua Satgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (24/7/2025).
Helfi menyebut dalam praktiknya, terdapat niat jahat sehingga ditemukannya unsur pidana. Para pelaku usaha menyadari telah melakukan praktik oplosan terhadap beras yang diklaim premium.
"Karena alat yang digunakan adalah alat modern atau manual. Dari perkara yang kita tangani menggunakan alat modern pasti disetting, beras ini berat 15 tinggal pencet satu dan lima. Artinya niat jahat sudah di situ, jadi tidak ada saya gak ngerti, tidak ada. Karena apa yang dia tekan itu langsung jadi isi kemasan itu," ujar Helfi.
Lalu, kata Helfi, cara tradisional atau manual yakni dengan memasukkan beras di bawah standar pada bungkus premium.
"Lalu tradisional, mereka sudah pesan packing, plastik sesuai komposisi dia tulis premium, sementara beras yang dimasukkan tidak ada standarnya. Dia menampung dari mana pun, dia masukkan, dia jual. Tidak diperiksa komposisinya," ucap Helfi.
Atas perbuatannya, para produsen diduga melanggar Pasal 62 juncto Pasal 8 Ayat (1) huruf A dan F UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan/atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dit Tipideksus Bareskrim Polri sedang membidik tersangka kasus dugaan beras oplosan yang bikin masyarakat merugi Rp99,35 triliun.
Helfi mengungkapkan, tersangka bisa berasal dari perorangan maupun korporasi. Dewasa ini, polisi sedang mengumpulkan alat bukti tambahan sebelum melakukan gelar perkara penetapan tersangka tersebut.
"Terkait masalah tersangka, bisa perorangan dan bisa korporasi. Kenapa demikian? Karena profitnya otomatis perusahaan yang akan menikmati," ujar Helfi.
Bareskrim Polri juga telah menaikkan status perkara beras oplosan ke tahap penyidikan. Hal ini diyakini setelah adanya unsur pidana dalam kasus tersebut.
Bareskrim Polri menyatakan penyelidikan kasus ini diawali dengan adanya surat Menteri Pertanian kepada Kapolri pada 26 Juni 2025 tentang penyampaian hasil investigasi terhadap mutu dan harga beras kategori premium dan medium yang beredar di pasar, dilakukan pada 6–23 Juni 2025 pada 10 provinsi dengan jumlah sampel sebanyak 268 sampel pada 212 merek beras.
Hasilnya, terhadap beras premium terdapat ketidaksesuaian mutu beras di bawah standar regulasi sebesar 85,56 persen. Ketidaksesuaian di atas HET sebesar 59,78 persen.
Ketidaksesuaian berat beras kemasan berat riil di bawah standar sebesar 21,66 persen.
Terhadap beras medium, terdapat ketidaksesuaian mutu beras di bawah standar regulasi sebesar 88,24 persen. Ketidaksesuaian di atas HET sebesar 95,12 persen.
Ketidaksesuaian berat beras kemasan berat riil di bawah standar sebesar 90,63 persen.
Terdapat potensi kerugian konsumen atau masyarakat per tahun sebesar Rp99,35 triliun, terdiri dari beras premium sebesar Rp34,21 triliun dan beras medium sebesar Rp65,14 triliun.
(Arief Setyadi )