Ia menambahkan dengan nada bercanda namun penuh pesan, “yang makan nanti ibunya ya, jangan bapaknya. Karena yang sedang mengandung itu ibu, dan janin adalah masa depan kita. Saya minta TPK mengawasi betul hal ini.”
Wihaji menekankan pemerintah terus hadir, namun tidak semua kebutuhan bisa dipenuhi langsung karena keterbatasan sumber daya. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dan gerakan orang tua asuh menjadi penting dalam menutup celah yang ada.
Selama lima bulan terakhir, pemerintah bersama mitra telah menyalurkan bantuan gizi untuk 200 anak, dengan total nilai sekitar Rp800 juta. Selain itu, dua wilayah di Kelurahan Panampu, Makassar, telah mendapatkan bantuan pembangunan jamban yang akan terus dimonitor keberlanjutannya. Namun, Menteri juga menggarisbawahi adanya kendala struktural seperti status kepemilikan tanah, yang sering kali menyulitkan pemerintah dalam menyalurkan bantuan langsung.
“Ada lokasi tadi yang tanahnya milik desa, bukan milik pribadi. Jadi pemerintah kota tidak bisa intervensi karena terbentur aturan. Untuk itu, kami libatkan mitra seperti Rumah Zakat dan Rotary,” katanya.
Ia menutup kunjungan dengan menyampaikan bahwa kehadiran negara tak harus selalu melalui intervensi langsung pemerintah, melainkan juga bisa melalui sinergi dengan masyarakat dan pihak swasta.
“Saya ini pembantu Presiden. Tugas saya menyelesaikan masalah di lapangan. Tidak semua bisa dibereskan sekaligus, tapi sedikit demi sedikit akan terlihat hasilnya.”
Menteri Wihaji mengakhiri kunjungannya dengan harapan agar semakin banyak anak-anak stunting yang bisa pulih dan tumbuh sehat seperti Nailah, anak stunting yang kini sudah membaik dan dijadikan simbol keberhasilan program.
“Anak-anak itu tidak memilih untuk lahir dalam kondisi kekurangan. Maka, kita yang mampu punya tanggung jawab untuk hadir dan membantu,” pungkasnya.
(Arief Setyadi )