JAKARTA – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sekaligus Kepala BKKBN, Wihaji, mengunjungi sejumlah Keluarga Berisiko Stunting (KRS) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada Minggu 28 Juli 2025. Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan dalam rangka peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) tingkat Sulawesi Selatan yang dipusatkan di Makassar.
“Ini hari kedua saya di Makassar. Hari ini kami turun langsung ke lapangan untuk memastikan bahwa yang kemarin kami sampaikan tentang pentingnya gerakan orang tua asuh untuk anak stunting, benar-benar diterapkan,” ujar Menteri Wihaji.
Pada kunjungan pertamanya, Menteri Wihaji mendatangi rumah Ngaliya, seorang ibu hamil yang didampingi suaminya, Sahar. Ngaliya memiliki dua anak dari pernikahan sebelumnya dan sehari-hari menjual bunga untuk peziarah kubur dengan penghasilan sekitar Rp400.000 per bulan.
Ia merupakan penerima bantuan nutrisi bergizi dari Yayasan Kita Bisa. Saat ditanya soal kebutuhan pangan di rumah, Ngaliya mengaku mereka hanya mampu membeli beras eceran dan bila habis, makan seadanya.
Menanggapi hal itu, Menteri Wihaji menegaskan pentingnya keberlanjutan bantuan pangan, khususnya untuk ibu hamil, agar kebutuhan gizi tetap terpenuhi. Kunjungan kedua dilakukan ke rumah Musdalifah Musdar, ibu yang tengah mengandung tujuh bulan. Ia tinggal bersama suami dan kerabatnya dalam rumah kecil tanpa jamban. Suaminya bekerja sebagai buruh harian lepas, dan dalam satu rumah tersebut tinggal enam orang.
Lantaran tidak memiliki toilet, mereka harus menumpang ke rumah tetangga untuk buang air. Menteri Wihaji pun menyalurkan bantuan Jamban Sehat dari Rotary District 3420. Di titik ketiga, Menteri mengunjungi Adam dan istrinya, Kasma, yang tinggal di rumah papan sederhana dengan kondisi sanitasi yang tidak layak. Mereka mendapatkan bantuan Jamban Sehat dari Rumah Zakat.
“Masalah stunting tidak hanya soal gizi, tapi juga berkaitan dengan sanitasi dan akses air bersih. Tiga lokasi yang saya kunjungi hari ini mendapatkan bantuan terintegrasi: gizi dari Kita Bisa, jamban dari Rotary, dan pendampingan dari Tim Pendamping Keluarga (TPK),” jelasnya.
Ia menambahkan dengan nada bercanda namun penuh pesan, “yang makan nanti ibunya ya, jangan bapaknya. Karena yang sedang mengandung itu ibu, dan janin adalah masa depan kita. Saya minta TPK mengawasi betul hal ini.”
Wihaji menekankan pemerintah terus hadir, namun tidak semua kebutuhan bisa dipenuhi langsung karena keterbatasan sumber daya. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dan gerakan orang tua asuh menjadi penting dalam menutup celah yang ada.
Selama lima bulan terakhir, pemerintah bersama mitra telah menyalurkan bantuan gizi untuk 200 anak, dengan total nilai sekitar Rp800 juta. Selain itu, dua wilayah di Kelurahan Panampu, Makassar, telah mendapatkan bantuan pembangunan jamban yang akan terus dimonitor keberlanjutannya. Namun, Menteri juga menggarisbawahi adanya kendala struktural seperti status kepemilikan tanah, yang sering kali menyulitkan pemerintah dalam menyalurkan bantuan langsung.
“Ada lokasi tadi yang tanahnya milik desa, bukan milik pribadi. Jadi pemerintah kota tidak bisa intervensi karena terbentur aturan. Untuk itu, kami libatkan mitra seperti Rumah Zakat dan Rotary,” katanya.
Ia menutup kunjungan dengan menyampaikan bahwa kehadiran negara tak harus selalu melalui intervensi langsung pemerintah, melainkan juga bisa melalui sinergi dengan masyarakat dan pihak swasta.
“Saya ini pembantu Presiden. Tugas saya menyelesaikan masalah di lapangan. Tidak semua bisa dibereskan sekaligus, tapi sedikit demi sedikit akan terlihat hasilnya.”
Menteri Wihaji mengakhiri kunjungannya dengan harapan agar semakin banyak anak-anak stunting yang bisa pulih dan tumbuh sehat seperti Nailah, anak stunting yang kini sudah membaik dan dijadikan simbol keberhasilan program.
“Anak-anak itu tidak memilih untuk lahir dalam kondisi kekurangan. Maka, kita yang mampu punya tanggung jawab untuk hadir dan membantu,” pungkasnya.
(Arief Setyadi )