Sementara itu, ST menerima total mencapai Rp12,52 miliar dengan rincia Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lain.
"Namun tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana sosial," ungkap dia.
Asep menjelaskan, setelah menerima uang ini, Heri langsung memindahkan uang itu ke rekening pribadinya. Selanjutnya, HG memerintahkan anak buahnya untuk membuka rekening baru guna menampung dana.
"HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, diantaranya; pembangunan rumah makan; pengelolaan outlet minuman; pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat," kata Asep.
Sementara Satori juga diduga menggunakan modus yang sama. Uang yang diterima dari yayasan itu kemudian digunakannya untuk kepentingan pribadi.
"ST menggunakan untuk keperluan pribadinya, seperti; deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya," tutur dia.
Satori diduga melakukan rekayasa transaksi perbankan dengan meminta salah satu bank daerah untuk menyamarkan Penempatan Deposito serta pencairannya. Hal ini dilakukan agar tidak teridentifikasi di rekening koran.
Atas perbuatannya, mereka disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, penyidik juga menerapkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Tak hanya itu, para tersangka turut disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Fahmi Firdaus )