JAKARTA – Pimpinan DPR RI menerima audiensi sejumlah serikat pekerja ojek online (ojol). Mereka memohon agar DPR RI menyampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menerbitkan Perpres yang mengatur jaminan sosial bagi para pekerja ojol.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, yang memimpin audiensi menyampaikan bahwa ada sembilan serikat pekerja ojol yang mengikuti pertemuan tersebut. Ia pun mempersilakan para perwakilan serikat menyampaikan aspirasinya.
"Dari sembilan serikat pekerja untuk memaparkan secara singkat supaya lebih jelas daripada yang tersurat. Sehingga kita bisa lebih memahami kondisi yang dialami teman-teman sekalian. Oleh karena itu, saya persilakan," kata Dasco, Selasa (9/9/2025).
Ketua Umum Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia, Rieke Diah Pitaloka, menyampaikan bahwa terdapat kekosongan hukum dalam menjamin hak para pekerja ojol. Ia pun berharap DPR RI bisa menyampaikan aspirasi tersebut kepada Presiden Prabowo agar dapat menerbitkan Perpres tentang jaminan sosial bagi ojol.
"Ada kekosongan hukum begitu. Kalau diperkenankan, apakah memungkinkan ada semacam Perpres, dan di dalam Perpres itu terutama tentang jaminan sosial — setidaknya jaminan kecelakaan kerja dan kematian," kata Oneng, sapaan Rieke kepada pimpinan DPR RI.
Menurutnya, perlu diatur besaran jaminan sosial bagi para ojol, baik melalui Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) maupun Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dengan begitu, kata dia, biaya akibat kecelakaan akan ditanggung.
"Kalau ada kecelakaan, ditanggung semuanya: pengobatannya, santunan cacat total Rp68 juta. Kalau ada yang meninggal, seperti Affan kemarin — kebetulan sudah kita perjuangkan — ada BPJS, dapat Rp70 juta. Dan kalau sampai meninggal, santunan kematian Rp42 juta," tutur Rieke.
"Dan kalau kemudian anaknya itu, Pak, bisa dapat beasiswa Rp174 juta untuk TK, SD, SMA sampai perguruan tinggi untuk dua orang, Pak. Hanya dengan kita perjuangkan Rp16.800 per orang," tambahnya.
Wanita yang akrab disapa "Oneng" ini menilai bahwa skema pembiayaan jaminan sosial tersebut dapat berasal dari pihak operator maupun pemerintah daerah, melalui PAD yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor.
"Menurut kami, adalah hal yang sangat wajar dan masuk akal ketika itu, sementara waktu belum ada payung hukum, bisa dialokasikan juga dari APBD yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor," ucap Oneng.
(Fetra Hariandja)