Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

MK Bakal Putuskan 3 Perkara Uji Materiil UU Kejaksaan Pekan Ini

Danandaya Arya putra , Jurnalis-Selasa, 14 Oktober 2025 |23:04 WIB
MK Bakal Putuskan 3 Perkara Uji Materiil UU Kejaksaan Pekan Ini
Mahkamah Konstitusi (Foto: Dok Okezone)
A
A
A

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) bakal memutuskan tiga perkara yang menguji Pasal 8 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Perkara Nomor 67/PUU-XXIII/2025, 15/PUU-XXIII/2025, dan 9/PUU-XXIII/2025 akan diputuskan pada Kamis 16 Oktober 2025 di Gedung MKRI, Jakarta Pusat.

Diketahui, Pasal 8 Ayat (5) berbunyi: "Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung."

Adapun, perkara Nomor 67/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh dua orang advokat bernama Harmoko dan Juanda. Dalam perbaikan gugatannya, pemohon menilai Pasal 8 Ayat (5) UU Kejaksaan tidak memberikan pengecualian dalam hal jaksa yang tertangkap tangan melakukan tindak pidana.

"Ketiadaan pengecualian tersebut berpotensi menimbulkan perlakuan diskriminatif antar profesi penegak hukum serta menciptakan kesan adanya impunitas bagi Jaksa," tulis pemohon.

Pemohon mencontohkan, bilamana seorang jaksa secara nyata tertangkap tangan melakukan tindak pidana, proses hukum terhadapnya tidak dapat segera dilaksanakan. Sebab, penangkapan dan penahanan tetap mensyaratkan adanya izin dari Jaksa Agung, karena adanya Pasal 8 Ayat (5) tersebut.

"Ketentuan demikian pada hakikatnya memberikan hak imunitas absolut kepada jaksa, tanpa ruang pengecualian, termasuk terhadap situasi tertangkap tangan. Hal ini bertentangan dengan prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law) dan prinsip non-diskriminasi sebagaimana dijamin dalam Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI 1945," lanjut pemohon.

Maka dari itu, pemohon berharap Mahkamah mengabulkan permohonannya. MK juga diminta agar menyatakan Pasal 8 Ayat (5) UU Kejaksaan bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, dengan pengecualian sebagai berikut:

A. Tertangkap tangan melakukan tindak pidana.
B. Disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
C. Disangka melakukan tindak pidana khusus.

Pemohon juga memiliki petitum alternatif, yakni menyatakan Pasal 8 Ayat (5) UU Kejaksaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
"Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung dalam waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak permohonan izin diterima."

Sementara pemohon perkara Nomor 15/PUU-XXIII/2025 juga meminta MK menyatakan Pasal 8 Ayat (5) UU Kejaksaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Sebab, pemohon menilai pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi:

"Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum."

Pemohon juga menilai ketentuan Pasal 8 Ayat (5) UU Kejaksaan memberikan hak impunitas penuh kepada jaksa untuk melakukan tindakan dengan alasan melaksanakan tugas dan wewenang.
Pasal tersebut dinilai dapat membuat jaksa menjadi individu yang tidak dapat disentuh oleh hukum, dan menjadikan Jaksa Agung sebagai figur yang dapat mengontrol secara absolut seluruh jaksa.

Terakhir, dalam perkara Nomor 9/PUU-XXIII/2025, pemohon dalam petitumnya berharap agar Pasal 8 Ayat (5) UU Kejaksaan bisa dimaknai:
"Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung, kecuali dalam hal:"
A. Terdapat bukti permulaan yang cukup.
B. Tertangkap tangan melakukan tindak pidana.
Atau, apabila Majelis berpendapat lain, mohon putusan dilakukan seadil-adilnya (ex aequo et bono).

(Arief Setyadi )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement