Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Soal Umrah Mandiri, Komnas Haji Ingatkan Perlindungan Jamaah 

Binti Mufarida , Jurnalis-Kamis, 30 Oktober 2025 |08:41 WIB
Soal Umrah Mandiri, Komnas Haji Ingatkan Perlindungan Jamaah 
Kakbah (Foto: Dok Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj merespons dilegalkannya umrah mandiri sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Menurut Mustolih, regulasi baru ini membawa banyak perubahan fundamental, salah satunya terkait penegasan terhadap umrah yang dapat dilaksanakan secara mandiri.

“Memang terkait dengan adanya legalisasi umrah mandiri yang ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah ini memang banyak sekali hal-hal yang mengalami revisi perubahan, termasuk dan cukup fundamental. Nah, salah satunya itu adalah dalam Undang-Undang 14 Tahun 2025 itu penegasan terhadap dilegalkannya umrah secara mandiri,” ujar Mustolih saat dihubungi iNews Media Group, Kamis (30/10/2025).

Ia menilai praktik umrah mandiri sebenarnya sudah lama terjadi, bahkan sebelum regulasi tersebut diterbitkan. “Umrah secara mandiri ini sebetulnya praktik yang sudah lama terjadi, sejak Arab Saudi melakukan relaksasi terkait dengan kebijakan umrah itu sendiri,” katanya.

Mustolih menjelaskan, kebijakan baru Arab Saudi sejalan dengan visi Arab Saudi 2030, di mana negara tersebut ingin memperkuat sektor ekonomi nonmigas, termasuk wisata religi melalui kegiatan haji dan umrah. 
Sehingga, berbagai kemudahan diberikan, seperti perpanjangan visa umrah hingga 90 hari, penerapan visa transit, hingga visa wisata.

Menurutnya, kondisi tersebut menyebabkan disrupsi pada sektor jasa perjalanan umrah (travel) di Indonesia karena calon jamaah kini memiliki lebih banyak pilihan.

“Negara tujuan dalam hal ini Saudi telah membuka dan melegalkan umrah mandiri, maka otomatis pilihan konsumen, pilihan calon jamaah itu kan menjadi lebih variatif. Yang biasanya menggunakan jasa travel, tapi juga sekarang bisa diurus secara mandiri,” ujar Mustolih.

Namun, Mustolih menegaskan umrah mandiri tidak direkomendasikan untuk jamaah pemula dan lansia karena memiliki risiko tinggi. “Komnas Haji tidak merekomendasikan umrah secara mandiri bagi dua kelompok, yang pertama adalah mereka yang baru umrah, yang kedua adalah mereka yang lansia dan sakit,” ujarnya.

Ia menambahkan, jamaah yang berangkat secara mandiri tidak mendapatkan perlindungan sebagaimana jamaah yang menggunakan jasa travel resmi. “Segala risiko selama perjalanan sejak dia take off pesawat dari Tanah Air sampai dengan kepulangan, tentu tidak mendapatkan perlindungan sebagaimana mereka yang menggunakan travel. Semuanya risikonya ditanggung sendiri,” ujarnya.

Mustolih menyoroti potensi ketimpangan ekonomi akibat terbukanya akses bagi pelaku usaha asing seperti platform digital Nusuk milik Arab Saudi. “Ada kesan memang ketika kemudian kita melihat umrah mandiri ini membuka keran bagi pelaku-pelaku usaha asing itu kemudian untuk secara bebas membuka peluang mereka untuk menawarkan produk-produk umrah mandiri,” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah Indonesia perlu menyusun strategi agar tetap mendapat manfaat ekonomi dari besarnya jumlah jamaah Indonesia.

“Harus ada strategi juga bagi negara kita untuk kemudian tidak melepas begitu saja umrah mandiri, tapi juga punya strategi misalnya kalau ada aplikasi-aplikasi yang menawarkan umrah mandiri, harus misalnya menggunakan maskapai nasional kita,” ujarnya.

Mustolih menambahkan, istilah umrah mandiri belum memiliki definisi yang jelas dalam undang-undang.

“Secara konstruksi, undang-undang umrah mandiri sendiri ini kan tidak ada penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025. Harusnya didefinisikan,” ujarnya.

Ia menilai hal tersebut penting agar tidak terjadi penyalahgunaan oleh pihak non-travel yang bisa memobilisasi jamaah tanpa izin resmi. “Nanti kalau ada praktik-praktik begini dan bagaimana pengawasannya, ini yang kemudian harus membuat sistem. Kemenhaj nanti harus membuat sistem yang baik,” kata Mustolih.

Mustolih juga mengingatkan perlunya pengaturan lebih lanjut terkait hubungan hukum antara jemaah dengan platform digital asing seperti Nusuk. “Kalau umrah mandiri itu hubungan antara calon jamaah umrah dengan aplikator seperti Nusuk itu kan entitas luar. Bagaimana ketika terjadi wanprestasi, bagaimana melindungi jamaah umrah ini, karena negara kan tidak bisa tercampur,” ujarnya.

Mustolih mendorong Kementerian Haji dan Umrah serta Komisi VIII DPR RI untuk merumuskan aturan turunan agar tidak menimbulkan multitafsir. “Saya mendorong supaya kegelisahan teman-teman travel ini kemudian juga mesti dijawab dan direspons oleh Kementerian Haji, dan harus duduk bersama serta direspons oleh wakil-wakil kita di Komisi VIII,” pungkasnya.

(Arief Setyadi )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement